Sunday 1 February 2015

Surat Hutang Negara


Surat Hutang Negara
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Hukum Surat-Surat Berharga”

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Surat Utang Negara

Surat utang Negara  (SUN) adalah surat berharga Negara berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh  Negara Republik Indonesia. Tujuan penerbitan SUN adalah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup devisit anggaran belanja dan pendapatan Negara (APBN), oleh karena itu penerbitan SUN terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari dewan perwakilan rakyat dan persetujuan tersebut diberikan pada saat pengesahan APBN[1].
Dalam kegiatan pasar keuangan, peranan instrument SUN sangat strategis. Artinya tingkat keuntungan (yield) dari SUN sebagai instrument keuangan yang bebas resiko,digunakan oleh para pelaku pasar sebagai acuan atau refrensi dalam menentukan tingkat keuntungan suatu investasi atau asset keuangan lainnya. Dengan demikan penerbitan SUN secara teratur dan terencana  diperlukan untuk membentuk suatu tolak ukur yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran suatu harga asset keuangan atau surat berharga.
SUN merupakan suatu instrument yang lazim digunakan oleh banyak Negara dalam rangka membiayai anggaran Negara baik yang bersifat rutin maupun proyek. SUN merupakan surat berharga yang di atur KUHD. Sifat SUN berbeda dengan surat berharga sebagaimana ditetapkan dalan bagian 6 dan 7 KUHD, diterbitkan tanpa adanya perikatan dasar sebelumnya. Secara tegas UU menetapkan salah satu jenis SUN adalah obligasi. Dengan demikian SUN merupakan surat berharga pasar modal, namun dalam peredarannya (sirkulasi) melibatkan bank Indonesia sebagai mediator.[2]

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002, pemerintah menunjuk bank Indonesia sebagai agen lelang yang dapat menyelenggarakan kegiatan  penjualan surat utang Negara di pasar sekunder atas nama pemerintah dalam rangka pengelolaan fortofolio utang Negara, dan melakukan penata usahaan surat utang Negara yang mencakup pencatatan penerbitan dan kepemilikan, kliring dan setelmen baik dipasar primer maupun di padasr sekunder, serta agen pembayar bunga (kupon) dan pokok  surat utang Negara. 

B.  Dasar hukum surat utang Negara
Surat utang Negara  (SUN) diterbitkan berdasarkan undang-undang nomor 24 Tahun 2002  tanggal 22 oktober 2002. Pasal 1 angka 1 menyembutkan, SUN adalah surat berharga yang berupa surat berharga pengangkutan  utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran  Bunga dan pokonya oleh Negara republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.[3]
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, SUN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat. Pasal 3, menjelaska SUN terdiri dari :
1.    Surat perbendaharaan Negara, adalah instrument surat berharga berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto; dan
2.    Obligasi Negara adalah surat berharga berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Pasal 11 menetapkan bahwa setiap SUN dicantumkan sekurang-kurangnya :[4]
1.    Nilai nominal
2.    Tanggal tajuh tempo
3.    Tanggal pembayaran bunga, Tanggal pembayaran bunga hanya berlaku pada SUN dengan kupon
4.    Tingkat bunga (kupon), hanya berlaku pada SUN dengan kupon
5.    Frekuensi pembayaran bunga, hanya berlaku pada SUN dengan kupon
6.    Cara perhitungan pembayaran Bunga hanya berlaku pada SUN dengan kupon
7.    Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali SUN sebelu jatuh tempo
8.    Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

C.  Tujuan dari penerbitan surat hutang Negara

SUN diterbitkan dengan tujuan sebagai berikut:[5]

1.    Membiayai defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara
Jika suatu APBN mengalami deficit maka salah satu sumber pembiayannnya adalah penerbitan SUN.pilihan atas SUN sebagai dari berbagai sumber pembiayaan lainnya, harus didasarkan atas perhitungan yang cermat, yang dapat mencerminkan biaya utang pada anggaran Negara.
2.    Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran rekening kas Negara dalam satu tahun anggaran.
3.    Mengelola portofolio utang Negara
Mengelola portofolio utang Negara bertujuan untuk meminimalkan biaya Bunga yang pada tingkat resiko yang dapat ditolerasi. Untuk itu, fortofolio SUN harus dilakukan secara efisien berdasarkan praktik-praktik  yang berlaku umum di berbagai Negara. Manajemen portofolio  dimaksud meliputi penerbitan, pembelian kembali sebelum jatuh tempo, dan pertukaran sebagian SUN yang beredar.

D.   Bentuk atau macam surat hutang Negara

SUN diterbitkan dalam bentuk warkat dan tanpa warkat atau scripless. SUN dengan warkat adalah  surat berharga yang kepemilikannya  berupa sertifikat baik atas nama maupunatas tunjuk. Sertifikat atas nama adalah sertifikat yang nama pemiliknya tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk adalah sertifikat yang tidak mencantumkan nama pemilik sehingga setiap orang yang menguasainya adalah pemilik yang sah.[6]
SUN tanpa warkat atau scripless adalah surat berharga yang kepemilikannya di catat secaca elektronis (book-entry system). Bukti kepemilikan yang oktentik  SUN tanpa warkat dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Jenis SUN terdiri antara lain sebagai berikut :
1.    Surat perbendahaan Negara
Surat berharga Negara berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran Bunga secara disconto, maksudnya dalah pembayaran atas bunga yang terjamin secara implisif didalam selisih antara harga pada saat penerbitan dan nilai nominal yang diterima pada saat jatuh tempo.
2.    Obligasi Negara
Surat berharga Negara berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.Yang dimaksud obligasi Negara dengan kupon adalah SUN yang pembayaran bunganya dihitung dengan prosentase tertentu atas nilai nominal dan dibayarkan secatra berkala.Obligasi Negara dengan pembayaran bunga secara diskonto adalah SUN yang berjangka waktu lebiha dari 12 bulan dan pembayaran bunganya tercermin secara implisif di dalam selisih antara harga pada saat penerbitan dan nilai nominal pada saat jatuh tempo.


E.     Pengelolaan dan Publikasi Surat Utang Negara

1.    Penjualan surat berharga Negara
Penjualan SUN dapat dilakukan melalui lelang atau tanpa lelang. Dalam hal penyelenggaran kegiatan penjual SUN dipasar perdana melalui lelang, pemerintah menunjuk bank Indonesia sebagai agen lelang, agen penata usaha, dan agen pembayar.pelaksanaan penjualan tersebut meliputi instrument surat Negara (SUN) dan surat berharga syari’ah Negara (SBSN) yang dikelompokkan dalam surat berharga negara cakupan kegiatan tersebut meliputi pencatatan kepemilikan, kliring dan stelmen, serta agen pembayar bunga (kupon) atau imbalan dan pokok atau nilai nominal surat berharga Negara. [7]
Peraturan bank Indonesia (PBI) No. 10/13/PBI/2008, menyebutkan fungsi bank Indonesia dalam lelang dan penatausahaan surat berharga Negara adalah memberian masukan dalam rangka penerbitan SUN termasuk penyusunan ketentuan dan persyaratan penerbitan SUN, bertindak sebagai agen lelang dalam penerbitan SUN di pasar perdana, dan menatausahakan SUN.
Bank Indonesia melaksanakan lelang SUN di pasar perdana berdasarkan pemberitahuan dari mentri, dalam hal ini menteri keuangan secara operasional, pelaksanaan lelang yang dilakukan Bank Indonesia sebagai agen lelang meliputi :
a.    Mengumumkan rencana lelang  surat berharga Negara (SBN) dalam hal ini SUN,
b.    Melaksanakan lelang SBN,
c.    Menyampaikan hasil penawaran lelang  SBN kepada menteri,
d.   Mengumumkan keputusan hasil lelang SBN.
Peserta lelang SBN di pasar perdana dapat melakukan penawaran pembelian dalam lelang SBN dengan cara penawaran pembelian kompetatif dan atau penawaran pembelian  Non- Kompetitif sesuai ketentuan menteri yang berlaku.
2.      Penatausahaan surat utang Negara
Bank Indonesia melakukan penatausahaan SBN yang terdiri dari SUN dan SBSN mencakup:[8]
a.    Pencatatab kepemilikan, kliring, dan stelmen SBN,
b.    Agen pembayar bunga (kupon)/imbalan dan pokok atau nilai nominal SBN.

Di samping itu, Bank Indonesia melakukan penatausahaan SBN atas transaksi penerbitan SBN di pasar perdana dan transaksi SBN di pasar sekunder. Bank Indonesia menatausahakan SBN menggunakan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement system (BI-SSSS) sesuai ketentuan yang berlaku. BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung, antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSSdan system bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Karakteristik SUN yang ditatausahakan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
a.    Surat Perbendaharaan Negara
1)        Diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
2)        Diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder.
3)        Diterbitkan dengan jangka waktu sampai dengan 12 bulan dan pembayaran bunga secara diskonto.

b.    Obligasi Negara
1)         Diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
2)      Diterbitkan dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder.
3)  Diterbitkan dengan jangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon mengambang,  kupon tetap, dan pembayaran bunga secara diskonto.

3.    Publikasi Surat Utang Negara
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2005, menetapkan bahwa Menteri wajib secara berkala mempublikasian informasi mengenai pengelolaan SUN, yang antara lain meliputi:[9]
a.    Kebijakan pengelolaan utang dan rencana penerbitan SUN yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan.
b.    Jumlah SUN yang beredar beserta komposisinya, termasuk jenis valuta, struktur jatuh tempo dan tingkat bunga.
c.    Perkiraan dan realisasi pembayaran bunga dan pokok SUN
d.   Jumlah dan jenis SUN yang telah dibeli kembali dan atau telah dipertukarkan sebelu jatuh tempo.

4.    Transaksi Repo Surat Berharga Negara

(Bagian ini disimpulkan berdasarkan tulisan Didana Mulina Rosa dengan judul makalahnya  Transaksi Repo Surat Utang Negara dengan skema MRA, yang dikutip via media internet per tanggal 2 Oktober 2011).
Untuk mendukung pengembangan pasar sekunder SUN dan meningkatkan likuiditas perdagangan SUN  bagi pelaku (Bank, Sekuritas, Reksadana, Dana pension dan Asuransi), maka perhimpunan perdagangan surat utang Negara, mengembangkan transaksi jual beli dengan pembelian kembali. Agar transaksi Repo dapat berlangsung lebih teratur,perhimpunan perdagangan surat utang Negara menyiapkan MRA (Master Repurchace Agreement). MRA adalah suatu perjanjian induk yang akan digunakan oleh anggota perhimpunan perdagangan surat utang Negara dalam melakukan transaksi Repo atas SUN atau sertifikat bank indonesia. Dengan MRA perjanjian transaksi Repo hanya ditandatangani sekali saja dan transaksi selanjutnya hanya dalam bentuk konfirmasi saja.
Dalam transaksi Refo terdapat 2 (dua) metode yang digunakan yaitu metode classic Refo dan metode Sell/Buy Back.[10]Pada metode classic Refo tidak terjadi pemindahan kepemilikan, sedangkan pada metode Sell/Buy Back kepemilikan berpindah kepada pihak pembeli. Transaksi Refo berdasarkan MRA perhimpunan pedagang surat utang Negara menggunakan konsep Sell/Buy Back, dimana secara hukum terjadi perpindahan kepemilikan, sehingga memberikan kepastian hukum, dan dapat dilakukan Refo lebih lanjut, sedangkan secara akuntansi menggunakan konsep  classic Refo (tidak terjadi pemindahan asset). Pembayaran dan penyerahan dilakukan dengan Delivery versus Paymen (DvP) melalui system BI-RTGS untuk pembayaran dan BI-SSSS untuk penyerahan Surat Berharga. Dalam pengembangan transaksi Refo terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain:
a.    Aspek Akuntansi PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) PSAK 31 ( Pedoman Standar Akuntansi) hanya baru mengakomodir pencatatan transaksi Refo dengan model Classsic Refo, dimana asset dapat dicatatkan tanpa penjual.
b.    Asset hukum, bilamana pihak-pihak yang bertransaksi bersengketa di pengadilan di kemudian hari, ada resikohakim di Indonesia akan mengkarakterisasikan transaksi Refo sell/buy back sebagai pinjam meminjam dengan jaminan (collateral borrowing);
c.    Aspek perpajakan, potensi pengenaan pajak dua kali (1 leg atau 2 leg) karena seolah-olah transaksi dilakukan dua kali.

F.      Manfaat penerbitan Surat Utang Negara

1.        Sebagai Instrumen Fiskal
Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensisumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investorpasar modal.

2.        Sebagai Instrumen Investasi
Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risikogagal bayar dan memberikan peluang bagi investor danpelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionyaguna memperkecil risiko investasi. Selain itu, investor SUNmemiliki potential capital gain dalam transaksi perdagangandi pasar sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialahpotensi keuntungan akibat lebih besarnya harga jual obligasidibandingkan harga belinya.

3.        Sebagai Instrumen Pasar Keuangan
                        Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas system keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagipenentuan nilai instrumen keuangan lainnya.




G.    Sistem ORI (Obligasi Negara Ritel Indonesia)
Obligasi Negara Ritel atau Obligasi Ritel Indonesia adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan.
Agen penjual adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk melaksanakan penjualan obligasi negara ritel. Dasar hukum pada Obligasi Negara Ritel ini yaitu :
1.        Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
2.        Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/ PMK.06/ 2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana beserta perubahannya.
Adapun tujuan penerbitan ORI adalah untuk membiayai anggaran negara, diversifikasi sumber pembiayaan, mengelola portofolio utang negara dan memperluas basis investor. Dan juga manfaat dari penerbitan Obligasi Negara Ritel yaitu :
1.        Aman karena pembayaran kupon dan pokoknya dijamin oleh undang-undang.
2.        Memberikan keuntungan yang menarik karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga bank (di pasar perdana) dan adanya potensi capital gain di pasar sekunder.
3.        Prosedur pembelian dan penjualan yang mudah serta transparan.
4.        Dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar.
5.        Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan nasional.
6.        Pembayaran kupon dan pokok dilakukan tepat waktu dan secara online ke dalam rekening tabungan investor.
Pada prinsipnya investasi pada obligasi negara ritel adalah investasi yang bebas terhadap risiko gagal bayar, karena pemerintah menjamin untuk membayar kupon dan pokok kepada investor.
Namun pada transaksi di pasar sekunder dimungkinkan adanya risiko pasar berupa capital loss akibat harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga beli. Namun  risiko tersebut dapat dihindari dengan cara tidak menjual obligasi negara yang dimiliki sampai dengan jatuh tempo.
Penjualan obligasi negara ritel di pasar perdana dilakukan melalui agen penjual. Pihak yang dapat menjadi agen penjual adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk melaksanakan penjualan obligasi negara ritel. Dalam rangka penjualan obligasi negara ritel diperlukan dokumen antara lain: (1) Memorandum Informasi; (2) Perjanjian kerja dengan agen penjual.
1.  Memorandum Informasi yaitu adalah informasi tertulis mengenai penawaran obligasi negara ritel kepada publik. Memorandum Informasi sekurang-kurangnya memuat:
(a)      Tata cara pelaksanaan pemesanan pembelian;
(b)      Metode penjatahan obligasi negara ritel, dan
(c)      Tingkat kupon yang ditetapkan sebelum penawaran disampaikan kepada publik.
2.  Perjanjian kerja antara pemerintah dengan agen penjual memuat sekurangkurangnya:
(a) Kewajiban agen penjual untuk melakukan penjualan obligasi negara ritel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(b) Menyetorkan seluruh dana dari pihak pembeli yang mendapat penjatahan ke rekening pemerintah di Bank Indonesia sesuai dengan jumlah yang dimenangkan dalam waktu yang ditetapkan;
(c) Memastikan bahwa obligasi negara ritel yang dimenangkan oleh pihak pembeli telah masuk ke rekening pembelian surat berharga;
(d)Melaporkan seluruh hasil penawaran dari calon pembeli obligasi negara ritel kepada Menteri Keuangan;
(e) Mengembalikan semua dana calon pihak pembeli yang tidak mendapatkan penjatahan dari Pemerintah ke rekening yang bersangkutan.
Dalam pembelian Obligasi Negara Ritel terdapat beberapa ketentuan yaitu :
1.      Individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
2.      Minimum pemesanan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan selanjutnya kelipatan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
3.      Maksimum pemesanan Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
4.      Mempunyai rekening tabungan di salah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah satu sub-registry.
H.    Hutang luar negeri dalam tinjauan hukum Islam
Persoalan utang-piutang memang lazim terjadi. Apalagi ditataran individu yang sangat dinamis. Lalu, bagaimana bila utang itu dilakukan oleh pemerintah? Alias utang luar negeri yang sekarang menjadi pemicu krisis. Bahkan, tak jarang sebuah negara ‘dijajah’ kembali melalui utang. Contohnya ketika Mesir dijajah Inggris tahun 1914, senjata mereka bukan mesiu atau bom melainkan ‘pinjaman’ berupa utang luar negeri. Begitu juga ketika Perancis mulai menancapkan cakarnya di Tunisia pada 1881 melalui jalur utang.
Kini banyak negara berkembang yang terjebak dalam ‘perangkap bantuan luar negeri’. Membuat mereka hanyut dalam arus ketergantungan utang. Bila sudah begini, kita perlu mempertanyakan kembali urgensi utang luar negeri yang katanya sangat diperlukan untuk pembangunan. Mengingat ada argumentasi yang menyatakan bahwa utang luar negeri adalah sumber pembiayaan bagi pertumbuhan di negara berkembang. Padahal pada kenyataannya justru sebaliknya, memperlamban pertumbuhan ekonomi. Menilik atau melihat hutang luar negeri menurut perspektif Islam menurut Abdul Manan dalam Teori dan Praktek Ekonomi Islam (1992) menyebutkan terdapat dua pendapat dalam menyikapi utang luar negeri dalam Islam. Pertama, mereka yang menganggap external financing diperbolehkan selama mekanismenya dimodifikasi sesuai syariat Islam. Sedangkan golongan kedua menganggap negara Islam tidak layak mencari utang luar negeri.
Pandangan pertama didasari oleh konsep da fakta sejarah yang menunjukan kerjasama dengan pihak lain dalam usaha ekonomi diperbolehkan. Tentu saja dalam koridor yang sehat dibawah naungan hukum Islam. Bentuk-bentuk kerjasama seperti ini banyak dikenal dengan istilah mudharabah, musyarakah, murabahah, dan sebagainya. Kegiatan seperti itu telah banyak dilakukan oleh lembaga keuangan internasional, seperti Islamic Development Bank (IDB). Dengan kucuran dananya, IDB banyak membantu negara-negara Islam yang sedang berkembang. Berbeda dengan skema utang kapitalisme, penyertaan modal IDB diniliai lebih konstruktif dan adil.
Kelompok kedua melarang negara Islam mengambil utang luar negeri. Hal ini dikarenakan pertimbangan faktual dan preventif. Mengingat urusan utang luar negeri atau utang jenis apapun pasti akan berinteraksi dengan sistem bunga/ riba. Perspektif Islam jelas melarang praktek riba! Apapun motifnya, besarannya, maupun keperluannya. Transaksi riba melalui utang sangat sulit dilepaskan, karena itu negara Islam sebaiknya tidak memiliki utang luar negeri.
Sejarah perekonomian Islam sangat minim bersentuhan dengan utang dan defisit anggaran. Pada masa Rasullullah hal itu hanya terjadi sekali, yakni saat pembebasan Mekah (Fathu al-Makkah). Mengingat ketika itu Mekah mengalami pergantian kekuasaan dan sistem ekonomi secara radikal. Mengingat sebelumnya masih diterapkan sistem jahiliyah. Tetapi defisit kas negara segera dilunasi pada periode perang Hunain. Perekonomian Islam yang sehat ini diteruskan pada masa Khulafurasyidin, ketika itu kondisi ekonomi selalu seimbang atau surplus. Karena prinsip yang dipegang adalah prinsip kesederhanaan dan kemampuan.
Perihal utang negara yang melibatkan pihak asing sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal itu bisa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, utang yang didsarkan pada riba. Bunga utang jelas dilarang oleh Islam, apapun bentuknya. Kedua, persyaratan sepihak yang dilakukan oleh pihak pendonor. Hal ini jelas menentang konsep adil dan fair-dealing. Bahkan, tak jarang pemberian utang hanya menguntungkan pihak debitur dengan asas kapitalisme. Ketiga, merendahkan martabat suatu bangsa. Padahal Islam sangat menjunjung tinggi intregitas suatu bangsa. Selain itu nilai manfaat yang diterima oleh negara belum tentu berbanding dengan beban yang ia tanggung.
Tidak adanya keseimbangan itu menyebabkan terbukanya peluang ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini tidak sejalan dengan konsep barakah dalam Islam. Mengingat konsep Islam tak sekadar melihat pencapaian kepuasan ekonomi semata. Tetapi lebih dari itu, membangun dan mengutamakan kesinambungan. Sehingga jurang kesenjangan dapat terminimalisasi, penanaman moral positif juga bisa membantu menghalangi perilaku korupi.
Solusi alternatif kondisi saat ini? Terdapat beberapa alternatif yang bisa dicoba guna mengatasi beban berlebih dalam utang negara. Munrokhim Misanam, dalam Hutang Luar Negeri dan Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam (Jurnal Asy-Syir’ah No. 7 th. 2000) menjelaskan utang negara saat ini tak semua milik negera.
Pasalnya beberapa pihak swasta banyak yang berutang, tetapi dibebankan kedalam utang negara. Padahal utang itu menjadi kewajiban dari pengutang. Dalam hal ini, bila utang luar negeri dilakukan oleh pihak swasta seharusnya ditanggung oleh pihak swasta tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa utang yang melilit negara sekarang tak seratus persen beban negara. Perlu ditinjau kembali dan dilihat kewajiban pihak swasta didalamnya. Jangan sampai negara dan rakyat justru menanggung beban pihak swasta. Sementara pihak swasta malah enak-enakan dengan pinjaman yang ia ‘makan’ sendiri[11]








 
                                                          PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan diatas bahwasannya pengertian Surat utang Negara  (SUN) adalah surat berharga Negara berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh  Negara Republik Indonesia. Tujuan penerbitan SUN adalah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup devisit anggaran belanja dan pendapatan Negara (APBN), oleh karena itu penerbitan SUN terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari dewan perwakilan rakyat dan persetujuan tersebut diberikan pada saat pengesahan APBN. Selanjutnya mengenai dasar hukumnya Surat Hutang Negara (SUN) yaitu undang-undang nomor 24 Tahun 2002  tanggal 22 oktober 2002. Pasal 1 angka 1 menyembutkan, SUN adalah surat berharga yang berupa surat berharga pengangkutan  utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran  Bunga dan pokonya oleh Negara republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, SUN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat serta Pasal 3, mengenai macam-macam atau jenis surat berharga itu sendiri terbagi atas dua macam yaitu Surat perbendahaan Negara dan obligasi negara. Selanjutnya berkaitan dengan ORI (Obligasi Negara Ritel Indonesia) memiliki pengertian yaitu obligasi negara yang dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan. Terkait dengan hutang luar negeri dalam tinjauan hukum Islam menurut Abdul Manan dalam Teori dan Praktek Ekonomi Islam (1992) menyebutkan terdapat dua pendapat dalam menyikapi utang luar negeri dalam Islam. Pertama, mereka yang menganggap external financing diperbolehkan selama mekanismenya dimodifikasi sesuai syariat Islam. Sedangkan golongan kedua menganggap negara Islam tidak layak mencari utang luar negeri.



DAFTAR PUSTAKA

Hariyani, Ismi, dkk. 2010. Buku hukum bisnis pasar modal: Strategi Tepat Investasi Saham, Obligasi, Waran,Right, Opsi, Reksadana & Produk Asar Modal Syari’ah. Jakarta: Visimedia.

Rahman, Sufirman, dkk. 2008. Hukum Surat Berharga Pasar Uang, Jakarta Timur: Sinar Grafika.

Manan, M. Abdul.1995.Teori dan Praktek Ekonomi Islam., alih bahasa Nastangin,
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.

http://www.dmo.or.id/uploads/Obligasi_Ritel_ORI.pdf
https://www.hsbc.co.id/1/PA_ES_Content_Mgmt/content/indonesia/personal_banking/4_Investments/Investments_revamp/government_bonds/pdf/Retail_Government_Bond_Series_id.pdf
http://mumtazbanget.wordpress.com/investasi-dan-financial-planning/obligasi-negara-ritel-indonesia-ori/





[1] Sufirman Rahman dan Eddie Rinaldy, Hukum Surat Berharga Pasar Uang,(Jakarta Timur: sinar grafika,2008).hal.181
[2] Ibid,,,, hal. 181-182
[3][3] Ibid,,, hal. 182
[4] Ibid,,, hal. 183
[5]Ibid ,,, hal. 184
[6]Sufirman Rahman dan Eddie Rinaldy, Hukum Surat Berharga Pasar Uang,(Jakarta Timur: sinar grafika,2008) hal. 183
[7] Ibid,,, hal.185
[8] Ibid,,,, hal 186
[9] Ibid,,, hal. 187
[10] Ibid,,, hal. 188
[11] Manan, M. Abdul Manan.Teori dan Praktek Ekonomi Islam.(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,1995).hal.25
 

1 comment: