Monday, 26 August 2013

Rahn (gadai)



RAHN (GADAI)
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits al-Ahkam)

Dosen Pengampu:
H. Moh. Toriquddin, Lc., M. Hi

uin mlg.jpeg

Oleh:
Abdul Hakam A.                    (12220084)
Rizul Barzan G.                      (12220110)

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG







            Segala puji bagi Allah pencipta alam semesta seraya isinya, solawat serta salam se­moga tetap tercurahkan pada baginda Nabi Muhammad SAW, sang cahaya dunia, yang mem­ba­wa kita dari jalan kesesatan menuju jalan yang terang benerang. Juga terhadap pa­ra sa­habat dan keluarga beliau.
            Rasa syukur terus kami panjatkan kepada Allah, yang atas izinnya kami bisa me­nyele­sai­kan makalah ini yang berjudul Rahn (Gadai)
Dalam makalah ini, kami hanya menyebutkan beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah jual beli baik hukumnya,macamnya dll. Kami membahas analisis teks hadits, asbabul wurud, dan isi kandungan haditsnya serta pengertian-pengertian yang berkaitan dengan bab tersebut.
Penulis yang memang pemula dalam hal ini, tentu dalam makalah ini pasti  akan di­temukan berbagai kekurangan, oleh karenanya kami meminta kepada para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran agar karya ini menjadi lebih baik. Dalam ke­sempatan ini, tidak lupa juga kami ucapkan rasa terima kasih kami pada :
1.      H.Moh. Thoriquddin Lc.,M.Hi
2.      Sahabat-sahabat yang telah menyumbangkan ide dan pemikirannya
3.      Semua orang yang membantu kami dalampenulisan makalah ini.

Ahkirnya kami sebagai penulis berharap semoga karya yang sederhana ini bisa ber­man­faat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca. Amin ya Mujibassailin.

Malang, 26 Mei 2013

                                                                                                           Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam merupakan agama dan daulah, sebagaimana ia menjelaskan hubungan antara hamba dengan Rabb-nya, hubungan Rabb dengan hamba dan adab-adabnya, maka ia juaga menjelaskan berbagai macam aturan hidup, seperti jual beli, upah, persekutuan dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan zaman di era modern yang serba canggih, maka berubah pula alat-alat yang dilakukan dalam hal transaksi, komunikasi  dan lain-lain semuanya menggunakan mesin.  oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus mengetahui  perkembangan zaman sekarang dan mengerti bagaimana  hukum-hukumnya agar kita tidak terjerumus pada transaksi yang salah tentu dengan landasan al-qur’an dan hadist-hadist Nabi. Dengan memahami hadits-hadist Nabi Muhammad SAW secara mendalam serta mengetahui asbabul wurudnya, isi kandungannya dan mengaplikasikannya secara kontekstual maka kita akan selamat dunia dan akherat.
Banyak sekali kitab-kitab hadits yang telah di karang oleh ulama zaman dahulu, akan tetapi yang menjadi sumber rujukan dari berbagai karangan ulama-ulama tersebut adalah kutubussittah, oleh karena itu dengan mengambil beberapa hadits tentang jual beli dari kitab tersebut kita bisa mengetahui hadits dari sumber asli nya ssebagi landasan tentang masalah jual beli.
B.     Rumusan Masalah
1.      Sebutkan Hadits yang berhubungan dengan Rahn/Gadai !
2.      Jelaskan makna dari kata-kata yang terkandung dalam hadits !
3.      Apa pengertian Rahn ?
4.      Apa ayat yang mendasari Rahn ?
5.      Sebutkan rukun dan syarat Rahn !


C.    Tujuan
1.      Menyebutkan hadits yang berhubungan dengan Rahn.
2.      Menjelaskan makna dalam hadits.
3.      Menjelaskan arti dari Rahn.
4.      Menyebutkan ayat-ayat yang mendasari Rahn.
5.      Menyebutkan rukun dan syarat.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hadis Tentang Al-Rahn
1.      Hadits Pertama
Dari Abu Hurairah berkata, Rasullullah SAWbersabda :
الظَّهرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ اِذَا كانَ مَرْهُونًا وَ لَبَنُ الدَّارِّ يُشرَبُ بِنَفَقَتِهِ اِذَا كانَ مَرهُونًا و على الَّذِى يَركَبُ و يَشرَبُ النَّفَقَةُ.
Hewan tunggangan yang digadai boleh ditunggangi dengan syarat diberi makanan oleh pene-rima gadai, dan susunya boleh diminum dengan syarat diberi makan oleh orang yang menung-gang hewan tersebut  dan yang minum susunya harus memberi makan dan minum kepada binatang tersebut.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.[1]
2.      Hadits Kedua
وَعَنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَايُغْلَقُ الرَّهنُ مِنْ صَاحِبِهِ اَّلذِي رَهَنَهُ لِهُ غُنْمُهُ وعَليْهِ غُرمُهُ : رواه الدار قطنى والحَاكِم, ورِجالُهُ ثِقَاتٌ, إلَّا اَنَّ المَخْفُوظَ عِندَ اَبِى داود وغيرِهِ إرْسَالُهُ.
Dari dia, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "gadai tidak menutup pemiliknya yang menggadaikannya (Ia memiliki hasilnya) dan wajib menanggung kerusakannya." riwayat Daruquthni dan Hakim.Perawi-prawinya dapat dipercaya. Hanya saja ia hadits mursal yang termaktub dalam riwayat Abu Dawud.[2]




B.     Penjelasan Lafadz
1.      Hadits Pertama
الظهر        :  Hewan tunggangan, maksudnya punggung hewan tunggangan yang digadaikan.
يركب بنفقته         :  Boleh ditunggangi bila diberi makan, maksudnya boleh bagi penerima gadai untuk menungganginya dengan tanggung jawab memberi makanan kepada hewan tersebut.
اذا كان مرهونا     :  Yang digadai, maksudnya apabila hewan tersebut yang ditunggangi disimpan pada orang yang diberi gadai.
و لبن الدار          :  Dan susunya, Ibnu Hajar berkata dalam al-fath,”Perkataannya ad-darr  ( الدار ) dengan fathah pertama dan tasydid ra’ adalah kata benda yang berarti ad-darrah yaitu yang memiliki kantung susu. Dan perkataannya laban ad-darr ( لبن الدار ) adalah termasuk menggabungkan sesuatu kepada dirinya sendiri, dan ini seperti firman Allah SWT.
و حب الحصيد
Biji-biji tanaman yang diketam.” ( 50:9 )
                        Dan ditanggapi oleh al-‘Aini bahwasannya apabila maksud dari ad-darr adalah ad-darrah maka itu tidaklah menggabungkan sesuatu kepada dirinya sendiri karena susu itu bukanlah kantong susu.
يشرب بنفقته        :  Boleh meminumnya dengan memberi makan, maksudnya boleh bagi yang menerima gadai hewan tersebut minum dari susunya  dengan kadar ukuran makanan yang dia berikan kepadanya.
اذا كان مرهونا     :  Yang digadai, maksudnya apabila kantung susu itu disimpan pada orang yang diberi gadai.
و على الذى يركب :  Orang yang menunggang hewan tersebut dan yang meminum susunya harus
و يشرب النفقة     : memberi makan dan minum kepada binatang tersebut, maksudnya wajib bagi orang yang mengambil manfaat dari penunggangan hewan yang digadai atau meminum susunya untuk memberi makanan dan minuman kepada hewan tersebut selama disimpan padanya.[3]
2.      Hadits Kedua
لا يغلق :  Tidak menutupi hak orang yang menggadaikan dalam memilikinya.
الرهن  :  Barang yang digadaikan, masdar yang ma’nanya ismu maf’ul.
غرمه   :  Sesuatu yang ia nafkahkan.
غنمه    :  Sesuatu yang didapatkan dari barang gadaian.[4]



C.     Pembahasan


1.      Pembahasan Hadits Pertama dan Kedua
            Al-bukhari telah mengeluarkannya dalam Shahihnya pada kitab ar-Rahnu fi al-hadhar ( penggadaian saat mukim ), dalam bab ar-Rahnu Markub wa Mahlub       ( penggadaian yang ditunggangi dan yang di perah susunya ), dua hadis, dimana dia berkata pada hadis pertama dari keduanya : Abu Nuaim telah meriwayatkan kepada kami, Zakaria telah meriwayatkan kepada kami, dari Amir dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bahwasanya  beliau bersabda :
الرهن يركب بنفقته و يشرب لبن الدار اذا كان مرهونا.
Baranggadaian hendaklah ditunggangi dengan ( syarat )memberi nafkah, dan air susu darihewan yang menyusui boleh diminum apabila digadaikan.”

            Muhammad bin Muqatil telah meriwayatkan kepada kami, Abdullah telah mengabarkan kepada kami, Zakaria telah mengabarkan kepada kami, dari asy-Sya’bi dari Abu Hurairah berkata, Rasullulah bersabda “ Hewan tunggangan boleh ditunggangi dengan member nafkah.....” dengan lafad yang disebutkan oleh penulis disini.  Dan sesungguhnya telah ada pada sebagian besar cetakan Shahih al-Bukhari yang telah dicetak kata “ Hewan tungggangan boleh ditunggangi dengan memberi nafkah apabila digadaikan“ diganti dengan “penggadaian boleh ditunggangi dengan memberi nafkah apabila digadaikan” dan ini adalah sebuah kesalahan yang jelas sekali. 

Dan sesungguhnya kesalahan ini telah ada pada cetakan dari penerbit al-Fajalah al-Jadidah yang telah diterbitkan oleh Maktabah an-Nahdhah al-Haditsah oleh Abdul Hafizh dan Abd asy-Syakur di makkah al-Mukarramah, demikian juga pada cetakan Fath al-Bari dari percetakan al-Halabi di mesir tahun 1378 H, dan dalam cetakan lain, padahal Ibnu Hajar berkata pada penjelasan hadis pertama dari dua hadis bab “Barang gadaian yang ditunggangi dan yang diperah susunya”, dan “Barang gadaianditunggangi dengan memberi nafkah.”

Demikianlah untuk semua dengan dhamah  pertamayurkabu (يركب ) dengan bentuk kalimat pasif, demikian juga yusyrabu (يشرب) yaitu sebagai predikat yang bermakna perintah namun yang diperintahkan tidaklah jelas, dan yang dimaksud-kandengan penggadaian (ar-Rahn) yaitu yang digadaikan.  Dan sebenarnya telah dijelaskan pada jalan yang kedua dimana dia berkata “Hewan tunggangan apabila digadaikan dapat ditunggangi dengan memberi nafkah.”

Dan dalam cetakan lain Fath al-Bari dari percetakan al-Maktabah as-Salafiyah di mesir telah menjelaskan bahwa hewan tunggangan, boleh ditunggangi apabila ia tergadaikan. Dan sesungguhnya al-Bukhari telah menyimpulkan dari dua hadis tersebut sebagai inti sari bab ini dan bahwasannya pemanfaatan barang yang digadaikan adalah seukuran dengan apa yang dinafkahkan oleh orang yang menerima peng-gadaian tersebut terhadap barang tadi, dan dia mengisyaratkan bahwasannya makna ini juga telah diriwayatkan oleh Mughirah bin Muqsim dari Ibrahim an-Nakha’i dimana al-Bukhari berkata setelah pendahuluanya, Mughirah berkata dari Ibrahim “Hewan yang hilang dapat ditunggangi sesuai dengan kadar nafkah yang diberikan kepadanya, dan juga dapat diperah susunya sedangkan hewan gadaian adalah seperti itu juga.”
 
Ibnu Hajar berkata dalam al-fath, “Said bin Mansur telah menyambung riwayat ini dari Hasyim dari Mughirah dengannya “perkataannya, Dan gadaian juga seperti itu” maksudnya seperti itu dalam ketetapannya yang telah disebutkan.  Dan sesunggunhnya telah disambung oleh Said bin Mansur dengan isnad yang telah disebutkan di atas dan lafadnya :

الدابة اذا كانت مرهونة تركب بقدر علفها, و اذا كان لها لبن يشرب منه بقدر علفها.
Seekor hewan bila digadaikan, hendaklah dikendarai sesuai dengan kadar nafkah yang diberikan kepadanya, dan apabila dia memiliki air susu, hendaklah diminum sesuai dengan kadar nafkah yang juga diberikan untuknya.” 

            Diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah dalam jami’nya dari Hammad bin Abi Sulaiman dari Ibrahim dengan lafad yang lebih jelas dari yang tadi.  Adapun lafadnya :

اذا ارتهن شاة شرب المرتهن من لبنها بقدر ثمن علفها, فان استفضل من اللبن بعد ثمن العلف فهو ربا.
Apabila seekor domba telah digadaikan, maka orang yang menerima gadai tersebut, hendaklah meminum air susunya sesuai dengan harga makanan yang dia berikan kepada hewan tersebut dan apabila dia mengambil lebih dari harga makanan yang dia berikan kepadanya maka hal itu adalah riba.”[5]

Tidaklah diragukan bahwasannya selama orang yang menerima gadai tidak mengambil manfaat dari barang gadaian kecuali sesuai dengan sesuatu yang telah dia nafkahkan kepadanya dari makanan atau minuman untuk mempertahankan kehidupannya maka sesungguhnya tidak ada hal yang syubhat padanya, karena dia tidak mengambil manfaat dari jasa hartanya tersebut pada orang yang memberikan gadai sama sekali, hanya saja menjadi seperti orang yang membeli susu atau dia menyewa hewan untuk ditunggangi yang tidak ada muamalah antara dia dan yang lainnya.  Dan yang dapat dipahami secara terbalik dari kedua hadis dan riwayat tersebut yaitu seandainya orang yang memberikan gadaian bertanggung jawab atas nafkah barang yang digadaikan yang ada pada orang yang diberikan gadai maka tidaklah halal bagi orang yang menerima gadai tersebut meminum air susunya ataupun menunggangi hewan gadaian tersebut.  Berdasarkan tujuh dasar itulah, maka tidak ada celah sama sekali untuk melemahkan hadis yang shahih dan kuat tersebut. 

Adapun perkataan Ibnu Abdulbar, hadis ini menurut sebagian besar ulama fikih telah bertentangan dengan dasar-dasar yang telah diijma’kan dan riwayat-riwayat yang kuat yang tidak ada perselisihan akan keshahihannya, dan yang menunjukkan bahwa dia telah dinaskh (dihapus)  adalah hadis Ibnu Umar yang telah berlalu pada bab-bab kezaliman-kezaliman :

لا تحلب ما شية امرئ بغير اذنه
Tidaklah boleh memerah susu hewan orang lain tanpa seizinnya.”  

Maka saya berkata, perkataan ini tertolak dan tidak cocok sama sekali, dan hadis ini juga sama sekali tidaklah bertentangan dengan sesuatu pun dari dasar-dasar yang kuat dari Rasulullah karena hal ini bukanlah dalam bentuk jual beli air susu dalam kantung susunya dan tidak juga dalam bentuk setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat, maka itu adalah riba, dan juga bukan dalam bentuk memerah susu hewan seseorang tanpa seizing pemiliknya, namun hadis ini merupakan kebaikan terbesar dari syariat Islam karena telah meliputi kasih sayang terhadap binatang yang digadaikan dan berbuat baik kepadanya serta menolak mudharat darinya dan dari orang yang menerima gadaian hewan tersebut serta tidak pula dari orang yang memberikan gadaian hewan tersebut.[6]

D.    Pengertian Rahn

Menurut bahasa, gadai (ar-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs, yaitu penetapan dan penahanan.Adapula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat.
Menurut istilah syara', yang dimaksud rahn ialah:

عَقْدٌ مَوْضُوعُهُ إحْتِبَاسُ مالٍ لِوَفَاءِ حَقٍّ يُمْكِنُ إسْتِبْفَاءُهُ مِنه
"akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya."[7]

            Gadai adalah akad perjanjian pinjam-meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan hutang.[8] Menurut Sulaiman Rasyid, gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atau penguat kepercayaan dalam hutang-piutang.[9] Adapun pendapat lain, Gadai yaitu menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.[10]

E.      Dasar Hukum Rahn 

Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam meminjam dengan jaminan  adalah firman Allah sebagai berikut :
وإن كنتم على سفرٍ ولَمْ تجدوا كاتبًا فَرِهَان مقبوضة[11]
Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menuliskan hutang,maka hendaklah dengan rungguhan dan di terima ketika itu"(al Baqarah :283)

Diriwayatkan oleh Ahmad Bukhori Nasai dan Ibnu Majah dari Anas r.a ia berkata:

رهن رسول الله ص م دِرْعًا عندَ يهوديٍّ بالمدينة وأَخَذَ منهُ شعيرا لِاَهلِهِ
Rasulullah  saw merungguhkan baju besi kepada orang yahudi di Madinah ketika beliau menghutangkan gandum dari seorang yahudi.

Dari Hadits diatas dapat dipahami bahwa agama islam tidak membeda bedakan antara orang muslim dan non muslim dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar hutangnya sekalipun kepada non muslim.

F.       Rukun dan Syarat Rahn

Gadai atau pinjaman dengan jaminan sesuatu benda memiliki beberapa rukun antara lain :
1.      Akad ijab kabul seperti seseorang berkata :”aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp. 10.000 dan yang satu lagi menjawab “Aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000 atau bisa pula dilakukan selain dengan kata kata seperti dengan surat maupun isyarat atau yang lainnya.
2.      Aqid,yaitu yang menggadaikan dan yang menerima gadai. Adapun syarat bagi berakad adalah ahli tasharuf yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3.      Barang yang dijadikan jaminan, syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji hutang harus dibayar. Menurut Ahmad bin Hijazi yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ialah 1) kesaksian, 2) barang gadai, 3) barang tanggungan.
4.      Ada hutang, disyaratkan keadaan hutang telah tetap.[12]





BAB III
PENUTUP



A Kesimpulan
1.      Bolehnya orang yang menerima gadaian memanfaatkan barang gadaian tersebut sesuai dengan kadar nafkah yang dia berikan kepada barang tersebut tanpa lebih.
2.      Bahwasanya pemanfaatan orang yang menerima gadaian terhadap barang gadaian yang sesuai dengan kadar nafkah yang dia berikan tersebut bukan termasuk riba.   
3.      Mendetailnya sistem Islam pada masalah harta dan lainnya, dan pondasinya atas dasar kasih sayang dan kebaikan.
4.      Kerusakan dalam rahn ditanggung oleh orang yang menggadaikan menurut Syafi’i.
5.      Hak orang yang menggadaikan tidak gugur dengan sebab rusaknya barang tersebut.





DAFTAR PUSTAKA

Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Taudhihul Ahkam. Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.
Ash-Shidqi, Habsy. Pengantar Ilmu Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang. 1984. 
Asqalani, Ibnu Hajar.. Syarhu Bulughul Maraam. Beirut: Darul Fikr. 2008
Azhar Basyir, Ahmad. Riba, Hutang-Piutang dan Gadai. Bandung: al-Ma’arif. . 1983
Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad. t. t. Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid. Beirut: Darul Qalaam. 1989.
Mahrus Ali, Muhammad. Terjemah Bulughul Maraam. Surabaya: Mutiara Ilmu. 1995.
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah. 1976
Zuhdi, Masfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV. Agung Masagung. 1988.


[1]M. Mahrus Ali, Terjemah Bulughul Maraam (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995) hlm.363
[2]Ibid. hlm.363
[3]Ibnu Hajar Asqalani,Syarhu Bulughul Maraam (Beirut: Darul Fiqr, 2008)hlm.110-111
[4]Ibid. hlm.112
[5] Syekh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhihul Ahkam (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006)hlm.247
[6]Muhammad bin Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid (Beirut: Darul Qalam, 1988)hlm.244
[7] Habsy Ash-Shidqi, Pengantar Ilmu Muamalah (Jakarta: Bulan BIntang, 1984)hlm.86-87
[8]Masfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1988)hlm.153
[9]Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Jalarta: Atthahiriyah, 1976)hlm.295
[10]Ahmad Azhar Basyir, Riba, Hutang Piutang dan Gadai (Bandung: Al-Ma’arif, 1983)hlm.50
[11](البقرة: 283)
[12] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers,2011)hlm.107


.. 11


No comments:

Post a Comment