Thursday, 7 November 2013

Fiqh Munakahah Mahram

MAHRAM
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Munakahah)
 
 
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mahram

            Kata Mahram berasal dari bahasa Arab yaitu Mahram, Mahram memiliki arti sesuatu yang dilarang. Dalam fiqih istilah mahram ini digunakan untuk menyebut wanita yang haram dinikahi oleh pria([1]). Sedangkan mahram dimasyarakat lebih dikenal dengan istilah khusus yaitu haram dinikahi karena masih termasuk keluarga dan dalam mazhab Syafi’i dengan tambahan tidak membatalkan wudhu bila disentuh. Dan selanjutnya sebagai penunjang penjelasan pengertian mahram lebih banyak lagi maka dibawah ini akan dijelaskan beberapa pendapat para mujtahid sebagai berikut:
1.      Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata , ”Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain” (definisi diatas adalah mahram dalam pengertian umum).

2.      Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan.”

3.      Menurtut Syaikh Sholeh Al-Fauzan, “Mahram wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”. [2]
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman (sebab nasab), sepersusuan, dan pernikahan. Masalah tentang Mahram disinggung didalam Al-Qur’an seperti dalam surah an-Nisa ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
mmmm
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[3].

Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria orang yang haram dinikahi.Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah[4] :

1.      Ibu kandung
2.      Anak-anakmu yang perempuan
3.      Saudara-saudaramu yang perempuan,
4.      Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
5.      Saudara-saudara ibumu yang perempuan
6.      Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
7.      Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
8.      Ibu-ibumu yang menyusui kamu
9.      Saudara perempuan sepersusuan
10.  Ibu-ibu isterimu
11.  Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
12.  Isteri-isteri anak kandungmu

2.2 Macam-macam Mahram

          Secara garis besar larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu; Keharaman yang bersifat Abadi (Tahrim Mu’abbad), dan keharaman yang bersifat sementara (Tahrim Mu’aqqat).
Di antara halangan-halangan abadi ada yang telah disepakati dan ada pula yang masih diperselisihkan. Yang telah disepakati ada tiga yaitu:
1.hubungan keturunan atau nasab
2.hubungan kekeluargaan karena tali pernikahan atau besanan
3.hubungan persusuan.
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua yaitu:
1.Zina
2.Li’an
Imam Syafi’I dan Imam Malik bependapat bahwa zina dengan seorang wanita tidak menyebabkan haramnya menikahi ibu wanita tersebut atau anak wanitanya.Sedangkan menurut Abu Hanifah, Tsauri, dan Auza’I berpendapat bahwa zina menyebabkan keharaman.
Keharaman yang bersifat Sementara yaitu karena bilangan, mengumpulkan, kafir, ihram, sakit, iddah, perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan, dan halangan peristrian[5]. Di makalah                                                                                                                 ini akan dijelaskan masing-masing macam perbedaan pendapat-pendapat para ijtihad, sebagai berikut:

 a. Tahrim Mu’abbad (Keharaman yang Bersifat Abadi)[6]
 a.1 Larangan menikah karena nasab
            Mahram karena nasab adalah mahram yang berasal dari hubungan darah atau hubungan keluarga. Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nur ayat 31
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.[7]
Para ulama’ tafsir menjelaskan, “Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahram bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat diatas, adalah[8]:
1.       Ayah Termasuk dalam kategori bapak yang merupakan mahram bagi wanita adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tak termasuk mahram bagi wanita. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT, yang artinya, “Dan Allah tak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” (Qs. Al-Ahzab: 4)
  1. Anak laki-laki termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tak termasuk mahram berdasarkan pada keterangan di atas.
  2. Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja.Saudara laki-laki tiri yang merupakan anak kandung dari bapak saja atau dari ibu saja termasuk dalam kategori mahram bagi wanita.
  3. Keponakan, baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan & anak keturunan mereka.Kedudukan keponakan dari saudara kandung maupun saudara tiri sama halnya dgn kedudukan anak dari keturunan sendiri.
  4. Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.Syaikh Abdul Karim Zaidan mengatakan dlm Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar’ah “Tidak disebutkan bahwa paman termasuk mahram dalam ayat ini (QS. An-Nur: 31) karena kedudukan paman sama seperti kedudukan kedua orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak.Allah Ta’ala berfirman didalam surat Al-Baqarah ayat 133 yang artinya: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu & Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim, Ismail & Ishaq.” Sedangkan Isma’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub. Dan bahwasanya paman termasuk mahram adalah pendapat jumhur ulama’.
  Berdasarkan ayat diatas wanita yang haram dinikahi karena nasab adalah:
  1. Ibu dan garis keturunannya keatas
  2. Anak dan urutannya kebawah, seperti cucu perempuan. Adapun anak wanita dari hasil berzina, menurut pendapat yang shahih boleh dinikahi ayahnya, namun hukumnya makruh.
  3. Saudara Perempuan seibu seayah, atau seayah saja, atau seibu saja.
  4. Bibi (saudara perempuan ayah)
  5. Bibi (saudara perempuan ibu)
  6. Keponakan dari saudara perempuan
  7. Keponakan dari saudara laki-laki.
Mereka adalah tujuh orang wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki yang memiliki hubungan dengannya secara abadi.

a.2 Larangan Menikah karena Hubungan Sepersusuan[9]   
              Ar-radha’ah atau sepersusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. Larangan menikah karena hubungan sepersusuan berdasarkan pada lanjutan surat An-Nisa: 23
              “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan….”
Sedangkan sepersusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah sebanyak lima kali persusuan, berdasar pada hadits dari `Aisyah radhiyallahu `anha, beliau berkata, “Termasuk yang di turunkan dlm Al Qur’an bahwa sepuluh kali persusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan.” (HR. Muslim)
Hubungan mahram yang berasal dari persusuan telah disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya tentang wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, yang artinya, “Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.” (Qs. An-Nisa’: 23)
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa mahram bagi wanita dari sebab persusuan adalah seperti mahram dari nasab, yaitu:
1.       Bapak persusuan (suami ibu susu), termasuk mahram juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka ke atas. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sesungguhnya Aflah saudara laki-laki Abi Qu’ais meminta izin utk menemuiku setelah turun ayat hijab, maka saya berkata, “Demi Allah, saya tak akan memberi izin kepadamu sebelum saya minta izin kepada Rasulullah, karena yang menyusuiku bukan saudara Abi Qu’ais, akan tetapi yang menyusuiku adalah istri Abi Qu’ais. Maka tatkala Rasulullah datang, saya berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah saudara istrinya. Maka Rasulullah bersabda, “Izinkan baginya, karena dia adalah pamanmu.” (HR. Bukhari)
  1. Anak laki-laki dari ibu susu, termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.
  2. Saudara laki-laki sepersusuan, baik dia saudara susu kandung, sebapak maupun cuma seibu.
  3. Keponakan persusuan (anak saudara persusuan), baik anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka.
  4. Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu)
Beberapa macam pokok masalah tentang mahram sepersusuan.[10]
1.Mengenai kadar air susu yang menyebabkan keharaman.
Imam Hanafi dan Imam Malik berpendapat, tidak ada ketentuan mengenai kadarnya, berapapun kadarnya menyebabkan keharaman. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat yang menyebabkan keharaman adalah lima kali susuan.
2.Keadaan orang yang menyusui
Ada beda pendapat dalam hal ini, apabila seorang anak tidak membutuhkan lagi susu sebelum usia dua tahun, lalu disapih, kemudian disusui lagi oleh wanita lain.
Imam Malik berpendapat bahwa penyusuan tersebut tidak mengharamkan.Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa penyusuan tersebut menyebabkan keharaman.
3.Kesaksian atas susuan.
Imam Malik berpendapat, bahwa persaksian tersebut hanya bisa diterima dengan kesaksian dua orang wanita.Imam Syafi’i berpendapat, persaksian tersebut hanya bisa diterima dengan kesaksian empat orang wanita.Imam Hanafi berpendapat bahwa boleh kesaksian satu orang wanita.
4.Sifat wanita yang menyusui
Fuqaha sependapat bahwa air susu semua orang wanita itu menyebabkan keharaman, baik yang masih haid atau tidak haid lagi, baik mempunyai suami atau tidak, hamil atau tidak.

a.3 Larangan Menikahi Wanita Yang Diharamkan karena Hubungan Pernikahan (Mushaharah)[11]
Mushaharah berasal dari kata ash-Shihr.Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata, “Shihr adalah mahram karena pernikahan”. Contohnya, mahram yang disebabkan oleh mushaharah bagi ibu tiri adalah anak suaminya dari istri yang lain (anak tirinya) & mahram mushaharah bagi menantu perempuan adalah bapak suaminya (bapak mertua), sedangkan bagi ibu istri (ibu mertua) adalah suami putrinya (menantu laki-laki).
Hubungan mahram yang berasal dari pernikahan ini disebutkan oleh Allah SWT dalam tiga ayat firman-Nya,yaitu:
1.Qs. An-Nur: 31
Artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka.
2.Qs. An-Nisa’: 22
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri).”
3.Qs. An-Nisa’: 23
“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu (anak tiri) yang dlm pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dgn istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tak berdosa kamu mengawininya, & istri-istri anak kandungmu (menantu).”
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa orang-orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab mushaharah adalah:
1.       Ayah mertua (ayah suami)

Mencakup ayah suami atau bapak dari ayah & ibu suami juga bapak-bapak mereka keatas
  1. Anak tiri (anak suami dari istri lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka
  1. Ayah tiri (suami ibu tapi bukan bapak kandungnya)
Haramnya pernikahan dengan ayah tiri ini berlaku ketika ibunya telah jima’ dengan ayah tirinya sebelum bercerai. Namun, jika belum terjadi jima’, maka diperbolehkan.Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seluruh wanita yang pernah dinikahi oleh bapak maupun anakmu, maka dia haram bagimu.”
  1. Menantu laki-Laki (suami putri kandung)
kemahraman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya.
b.Tahrim Muaqqat (keharaman yang bersifat sementara) dan Jenis-jenisnya[12]
Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah :
1.      Istri orang lain, tidak boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh dinikahi.
2.      Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi.Demikian juga dengan bibi dari istri.
3.      Wanita yang masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
4.      Istri yang telah ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya dan posisi suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
5.      Menikah dalam keadaan Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya selesai, maka boleh dinikahi.
6.      Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tidak mampu menikahi wanita merdeka, boleh menikahi budak.
7.     Menikahi wanita pezina,Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan zina.Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama membolehkannya.
8.      Menikahi istri yang telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
9.      Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim untuk menikahinya.
Bentuk kemahraman yang ini semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tidak membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama.Yaitu mahram yang bersifat muaqqat atau sementara.Yang membolehkan semua itu hanyalah bila wanita itu mahram yang bersifat abadi.

2.3 Dalil Tentang Mahram Didalam Al-Qur’an dan Hadits[13]

Terkait dengan dalil mahram baik itu dalam Al-Qur’an atau hadits sebetulnya sudah disinggung dalam penjelasan-penjelasan diatas tadi tapi pemateri akan memaparkannya lagi yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Dalam Alqur’an
1.Dalam surat An-Nur ayat 31 yaitu:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
2. Dalam Surah An-Nisa’ ayat 23 yaitu:
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
3.Dalam surah Al-Ahzab ayat 4 yaitu:
Yang artinya“Dan Allah tak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.”
4.Dalam Surah An-Nur ayat 31 yaitu:
Yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka


5.Dalam Surah An-Nisa’ ayat 22 yaitu:
Yang artinya“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri).”
2.3.2 Dalam Hadits
1. Tentang Sepersusuan
Maka tatkala Rasulullah datang, saya berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah saudara istrinya. Maka Rasulullah bersabda, “Izinkan baginya, karena dia adalah pamanmu.” (HR. Bukhari)























BAB 3 PENUTUP



3.1 Kesimpulan


Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman (sebab nasab), sepersusuan, dan pernikahan.
          Secara garis besar larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu; Keharaman yang bersifat Abadi (Tahrim Mu’abbad), dan keharaman yang bersifat sementara (Tahrim Mu’aqqat).
Keharaman yang bersifat Abadi ada yang disepakati dan ada juga yang masih diperselisikan, yang disepakati ada tiga yaitu:
1.hubungan keturunan atau nasab
2.hubungan kekeluargaan karena tali pernikahan atau besanan
3.hubungan persusuan.

Keharaman yang bersifat Sementara yaitu karena bilangan, mengumpulkan, kafir, ihram, sakit, iddah, perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan, dan halangan peristrian. Sedangkan yang diperselisikan ialah zina dan li’an.Imam Syafi’I dan Imam Malik bependapat bahwa zina dengan seorang wanita tidak menyebabkan haramnya menikahi ibu wanita tersebut atau anak wanitanya.Sedangkan menurut Abu Hanifah, Tsauri, dan Auza’I berpendapat bahwa zina menyebabkan keharaman.
Wanita yang haram dinikahi selamanya yaitu: Ibu, Anak perempuan, Saudara perempuan, Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah), Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu) , Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), Anak perempuan saudara perempuan, Ibu istri (ibu mertua), Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), menantu perempuan,ibu tiri,saudara sepersusuan.
Wanita yang haram dinikahi sementara yaitu: Mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara , Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya. Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.




DAFTAR PUSTAKA


 Ghazali, Abdurrahman.Fiqh Munakahat. Bogor: Prenada Media,2003
Ahmad, Beni Saebani. 2001. Fiqh Munakahat. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sahrani, Sohari. 2009. Fikih Munakahat. Jakarta: Raja Wali Pers.
Gazalba, Sidi.1995. Menghadapi Soal-soal Perkawinan,Jakarta: Pustaka Antara
Abidin, Slamet.1999.Fiqih Munakahat.Bandung: CV.Pustaka Setia
Al-Qur’an dan Hadits Digital:Hadits&Qur’anWeb3










[1] Abdurrahman,Ghazali.Fiqh Munakahat,(Bogor: Prenada Media,2003).hlm.124
[2] Sahrani, Sohari, Sahrani.Fikih Munakahat.(Jakarta: Raja Wali Pers,2009),hlm.98

[3] Al-Qur’an dan Hadits Digital:Hadits&Qur’anWeb3
[4] Sahrani, Sohari, Sahrani.Fikih Munakahat.(Jakarta: Raja Wali Pers,2009),hlm.99

[5] Abdurrahman,Ghazali.Fiqh Munakahat,(Bogor: Prenada Media,2003),hlm.124
[6] Slamet, Abidin,Fiqih Munakahat,(Bandung: CV.Pustaka Setia,1999),hlm.98

[7] Al-Qur’an dan Hadits Digital:Hadits&Qur’anWeb3
[8] Slamet, Abidin,Fiqih Munakahat,(Bandung: CV.Pustaka Setia,1999),hlm.98

[9] Slamet, Abidin,Fiqih Munakahat,(Bandung: CV.Pustaka Setia,1999),hlm.100

[10] Sidi, Gazalba, Menghadapi Soal-soal Perkawinan,(Jakarta: Pustaka Antara,1995),hlm.57

[11] Slamet, Abidin,Fiqih Munakahat,(Bandung: CV.Pustaka Setia,1999),hlm.101

[12] Ahmad, Beni Saebani.Fiqh Munakahat.(Bandung: CV.Pustaka Setia,2003),hlm.127

[13] Al-Qur’an dan Hadits Digital:Hadits&Qur’anWeb3





No comments:

Post a Comment