Maksud dan Tujuan Ibadah
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam (FHI)
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal
dari bahasa arab yaitu عبد- يعبد -عبادة yang
artinya patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang zhahir maupun yang bathin.[1]
Sedangkan beberapa penjelasan ataupun pengertian tentang ibadah menurut para
ulama’ maupun para ahli adalah sebagai berikut:
1. Jurjani
dan Ibn Katsir
Ibadah ialah perbuatan yang
dilakukan oleh mukallaf , tidak menurut hawa nafsunya, untuk memuliakan
Tuhanmu. Sedangkan Menurut ibn katsir yaitu himpunan cinta, ketundukan, dan
rasa takut yang sempurna.
2. Ibn Taimiyah
Didalam kitabnya al-‘ubudiyah ,
memberikan penjelasan yang cukup luas tentang pengertian ibadah. Pada dasarnya
ibadah berarti merendahkan diri (al-dzull). Akan tetapi , ibadah yang
diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri
kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian al-dzull dan hubb, dalam
tingkatannya yang paling sempurna patuh kepada seseorang tetapi tidak
mencintainya, tidak disebut ibadah, cinta tanpa kepatuhanpun bukan ibadah. Jadi
cinta atau patuh saja belum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang
belum dapat dikatakan beribadah kepada Allah kecuali apabila ia mencintai
Allah, lebih dari cintanya kepada apapun dan memuliakan-Nya lebih dari segala
yang lain-Nya bahkan ia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan
kepatuhan yang sempurna kecuali Allah.[2]
3. Ulama Tauhid
Ibadah
adalah mengesakan Allah, membesarkan-Nya dengan sepenuh-penuhnya, serta
menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Ulama tauhid menyamakan
ibadah dengan Tauhid, sesuai dengan Q.S. al-Nisa (4) : 36.
4.
Ulama Tasawuf
Ibadah adalah perbuatan seorang mukallaf yang
berlawanan dengan kehendak hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya. Menurut ulama tasawwuf, ibadah itu mempunyai tiga bentuk, yaitu :
a.
Mengharapkan pahala dan terhindar
dari siksa-Nya.
b.
Karena memandang bahwa Allah berhak
untuk di sembah tanpa memperdulikan apakah yang akan diperoleh daripada-Nya.
c.
Karena Allah sangat dicintainya,
sehingga senantiasa berusaha untuk dekat dengan-Nya.
5.
Menurut Ulama Fiqh dan Ulama’ Akhlak
Menurut ulama fiqih, ibadah adalah segala yang dikerjakan untuk
memperoleh ridha Allah dan mengharapkan pahala di akhirat.Sesdangkan menurut
ulama akhlak ibadah adalah melaksanakan dengan ketaatan badaniya, dan
menyelenggarakan segala ketentuan syariat.[3]
Dari beberapa definisi diatas
sebetulnya memiliki makna atau maksudnya sama maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa ibadah adalah taat dan merendahkan diri kepada Allah SWT yaitu tinkatan
tunduk disertai kecintaan yang paling tinggi dan melaksanakan perintahnya
(ibadah) atau sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai
Allah SWT baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.
Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah”
jiwa raga hanya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki, miskin,
kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba
kepada-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ
الّاَلِيَعْبُدُوْنِ (56)
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (al-Zariyat/51:56)
2.2 Ruang Lingkup
Ibadah
Pada bab ini sebetulnya ruang lingkup ibadah sangatlah luas sekali
tetapi kita akan fokus kesalah satu dari sekian banyak ruang lingkup tersebut
yaitu ruang lingkup secara umum dan secara khusus, berikut penjelasannya:
1.
Ibadah
Secara Umum
Ibadah umum atau ghairu mahdhah adalah segala amalan yang diizinkan
oleh Allah, misalnya; belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain
sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada empat yaitu:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan
ibadah ini.
b. Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul,
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bid’ah, atau jika ada
yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya
disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau
untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau
logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.
Jadi kesimpulannya bahwa sesungguhnya ibadah secara umum ini termasuk
fardhu kifayah dan sebagian yang hukum asalnya mubah. Ibadah umum sangat luas
yang mencakupi atau merangkumi seluruh pekara yang berkaitan kehidupan manusia.
Akan tetapi jika
bertemu adanya nash yang mengharamkannya, misalnya ada dalil yang melarang
mengucap dzikir dengan lisan di dalam tandan atau WC, maka ia haram
mengucapkannya selama berada di dalamnya. Selain itu selama dalil umum yang
memayungi keharusan ibadah sunah tersebut dan tidak ada pula dalil pengharaman
bentuk dan cara pelaksanaannya, maka dibenarkan untuk mengamalkannya.[4]
2.Ibadah Secara Khusus
Ibadah khusus atau
mahdhah adalah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah akan tingkat,
tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah
misalnya adalah Thaharah, Shalat, Puasa, Zakat,Haji.[5]
Ibadah dalam bentuk ini juga memiliki prinsip seperti ibadah secara
umum tadi dan prinsip ini lebih bersifat mengikat prinsip tersebut terdiri dari
empat yaitu:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari
al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh
ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini
selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu
tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh, seperti dalam
firman-Nya yaitu:
“Dan Kami tidak mengutus seorang
Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…”(QS. 64), dan “Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka
ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…”( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah
bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah
tasyri, shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya.
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan
apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka
ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan
ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan
hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk
dipatuhi.[6]
Jadi kesimpulannya
bahwa jenis dari ibadah ini keberadaannya harus berdasarkan sumber-sumber hukum
Islam (Al-Qur’an dan Hadits), bukan berasal atau ditetapkan oleh akal logika melainnya
berasal dari wahyu Allah SWT. Dan hamba (semua manusia) wajib meyakini bahwa
apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah SWT.
2.3 Hakikat dan Tujuan Ibadah
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah
adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan
maupun ucapan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dari definisi tersebut kita memahami bahwa
cakupan ibadah sangat luas. Ibadah mencakup semua sektor kehidupan manusia.
Dari sini kita harus memahami bahwa setiap aktivitas kita di dunia ini tidak
boleh terlepas dari pemahaman kita akan balasan Allah kelak. Sebab sekecil
apapun aktivitas itu akan berimplikasi terhadap kehidupan akhirat[7].
Allah SWT menjelaskan hal ini dalam
firman-Nya:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهُ
(7) وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرهُ (8)
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, dia akan melihat (balasan)nya
pula.” (QS Az-Zalzalah 99: 7-8)
Pada suatu risalah, Al-Ghazali menyatakan
bahwa hakikat ibadah adalah mengikuti Nabi Muhammad Saw. Pada semua perintah
dan larangannya. Sesuatu yang bentuknya seperti ibadah, tapi diperbuat tanpa
perintah, tidaklah dapat disebut sebagai ibadah. Shalat dan puasa sekalipun
hanya menjadi ibadah bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk syara’. Melakukan
shalat pada waktu-waktu terlarang atau berpuasa pada pada hari raya, sama
sekali tidak menjadi ibadah, bahkan merupakan pelanggaran dan pembawa dosa.
Jadi, jelaslah bahwa ibadah yang hakiki itu adalah menjujung perintah, bukan
semata-mata melakukan shalat dan puasa, sebab shalat dan puasa itu akan menjadi
ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.
Akan tetapi, sesungguhnya ibadah dengan
pengertian yang hakiki itu merupakan tujuan dari dirinya sendiri. Dengan
melakukan ibadah, manusia akan selalu tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan
hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari
benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah. Jika hal
ini benar-benar telah dihayati, maka banyak manfaat yang
akan diperolehnya. Misalnya saja surga yang dijanjikan, tidak akan luput sebab
Allah tidak akan menyalahi janjinya. Jadi, tujuan yang hakiki dari ibadah
adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan menunggalkan-Nya sebagai tumpuan
harapan dalam segala hal.
Kesadaran akan keagungan Allah akan
menimbulkan kesadaran betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Orang yang
melakukan ibadah akan merasa akan terbebas dari beberapa ikatan atau kungkungan
makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan seseorang kepada Allah,
semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta, pangkat, kekuasaan dan
sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya akan menjadi merdeka
kecuali dari Allah dalam arti sesungguhnya. Kemerdekaan sesungguhnya adalah
kemerdekaan hati.
2.4 Hikmah
Ibadah
Secara
bahasa, hikmah berarti kebijaksanaan, atau arti yang dalam[8].
Hikmah juga berarti mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan.
Ahli tasawuf mengartikan hikmah sebagai pengetahuan tentang rahasia Allah dalam
menciptakan sesuatu.
Para
ahli berpendapat bahwa intisari filsafat ada dalam Al Qur’an tetapi Al Qur’an
bukanlah buku filsafat[9].
Maka, tidak salah bila dikatakan bahwa hikmah adalah rahasia tersembunyi dari
si pembuat syariat (Allah), yang bisa ditangkap oleh manusia melalui ilham yang
dianugerahkan Allah ke dalam jiwa manusia ketika yang bersangkutan bersih dari
gangguan-gangguan hawa nafsu, sementara filsafat adalah rahasia syariat yang
ditemukan oleh manusia melalui upaya penalaran akalnya. Jadi, hikmah yang
ditemukan oleh manusia itu bisa disebut sebagai filsafat syariat, atau Filsafat
Hukum Islam[10].
A.
Hikmah Thaharah antara lain:
a.
Thaharah
termasuk tuntunan fitrah. Fitrah
manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang
menjijikkan.
b.
Memelihara
kehormatan dan harga diri. Karena
manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang
muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya
c.
Memelihara
kesehatan. Kebersihan
merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena
penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan membersihkan tubuh,
membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki sebagai anggota tubuh yang
paling sering berhubungan langsung dengan kotoran akan membuat tubuh
terpelihara dari berbagai penyakit
d.
Beribadah
kepada Allah dalam keadaan suci. Allah
menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang bersuci.
B. Hikmah
Mandi Ketika Beribadah
Hikmah Mandi ketika
beribadah antara lain:
a.
Agar manusia terlepas dari
kotoran-kotoran dan noda-noda yang menempel padanya, ketika ia menjalankan
ibadah-ibadah yang diwajibkan padanya.
b.
Bahwa para malaikat pada waktu-waktu shalat akan membenci seorang yang shalat namun badannya kotor dan baunya kurang
disenangi. Karena itu Allah Maha Bijaksana menetapkan mandi pada hari Jumat dan
dua hari raya sebagai ibadah sunnah.
c.
Bahwa manusia memiliki dua nafsu, nafsu
hewan dan nafsu malaikat. Yakni ia memiliki nafsu yang bergabung dengan alam
hewan dan nafsu lainnya yang bergabung bersama di alam malaikat. Karenanya,
ketika ia menginginkan untuk melakukan persetubuhan, maka nafsu yang bergabung
dengan alam malaikat merasa terganggu akan keberadaannya di tubuh yang najis
ini yang memungkinkan ada kotoran-kotoran janabah. Selanjutnya seseorang yang berhadast besar telah mandi
dari hadastnya itu, nafsu malaikatnya kembali menjadi tenang dan hilanglah apa
yang dibencinya dari manusia[12].
d.
Bahwa memandikan anggota tubuh dengan air
akan dapat memulihkan semangat dan dapat menghilangkan rasa malas. Sedang
seorang wanita yang sedang haid, maka mandinya itu dapat bermanfaat
mendatangkan semangat dan rasa siap diri untuk kehamilan yang diinginkannya
datang pada setiap waktu. Ini tentu saja hanya bagi wanita yang telah bersuami.
Sedang bagi wanita yang belum bersuami, maka mandinya itu akan mendatangkan
semangat dan menghilangkan rasa malas yang telah menghalanginya mengerjakan
sesuatu.
Sedang mengenai suci
dari hadats dan janabah adalah berdasar firman Allah SWT Surat Al-Maidah: 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى
الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ
جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا
مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ
يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (6)
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.(Q.S Al-Maidah: 6)
Ketahuilah bahwa bersuci itu mempunyai empat tingkat:
1) Membersihkan
bagian luar dari kotoran dan najis.
2) Membersihkan
bagian-bagian tubuh dari segenap dosa.
3) Membersihkan
hati dari sifat-sifat yang tercela.
4) Membersihkan
hati dari sesuatu yang selain Allah SWT[13].
C. Hikmah
Berwudhu dan Menyucikan Bagian-bagian Tubuh Tertentu
Bahwa antara hikmah
wudhu dan hikmah mandi ada semacam kemiripan dan kesamaan. Adapun perbedaannya
hanya menyangkut bahwa mandi itu diperuntukkan untuk semua bagian tubuh. Sedang
wudhu hanya khusus untuk bagian-bagian tertentu. Pada sebagian madzhab
mengerjakan wudhu harus tertib berurutan. Sebagian lain hanya mensunnahkan
saja.
Hikmah-hikmah berwudhu
antara lain:
a. Membasuh
kedua tangan, karena kedua anggota tubuh inilah yang paling sering dipergunakan
lebih banyak dari bagian-bagian tubuh yang lain.
b. Membersihkan
mulut dengan berkumur, karena mulut merupakan tempat bau tidak sedap yang naik
turun dari lambung.
c. Memasukkan
air ke hidung untuk kemudian disemprotkan lagi keluar dipergunakan untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang menyengat, debu-debu yang masuk, dan kotoran
sejenisnya.
d. Membasuh
wajah. Ini bermanfaat untuk menghilangan sisa-sisa keringat dan debu-debu yang
menempel agar ia menjadi bersih kembali.
e. Membasuh
kedua tangan hingga pergelangan,
karena keduanya
merupakan dua bagian tubuh yang tampak terlihat pada banyak kesempatan.
f. Membasuh
kepala adalah karena kepala merupakan sumber keringat yang keluar dari
pori-pori tubuh. Allah cukup mewajibkan mengusapnya dengan karena jika
membasuhnya, itu akan menyulitkan.
g. Membasuh
kedua telinga adalah untuk menghilangkan debu-debu yang menempel. Kemudian
tengkuknya juga diusap dengan air.
h. Membasuh
kaki yang diterusan sampai mata kaki adalah bahwa kedua bagian tubuh ini akan
memperlihatkan kotoran-kotoran dan bau-bau tidak sedap[14].
D. Hikmah
dari Hal-hal yang Mewajibkan dan Membatalkan Wudhu
Allah mewajibkan wudhu
pada manusia ketika tiba dimana ia hendak berdiri di hadapanNya sedang dia
belum wudhu. Ini merupakan etika agama. Karena wudhu dapat mendatangkan
semangat, hingga ia dapat menunaikan shalat tanpa rasa malas agar shalatnya
menjadi khusyu’. Sedang mengenai hikmah bahwa wudhu dapat menjadi batal dengan
keluarnya kentut, atau karena tidur yang pulas atau karena keluarnya muntah
maka sesungguhnya kejadian ini dapat menafikkan kesucian inderawi yang wajib
bagi orang yang akan berdiri menghadap Tuhannya.
Sedang hikmah-hikmah
yang berkaitan dengan menghilangkan najis maknawi. Jika ia terus menahan angin
dalam lambungnya, maka itu akan menjadi penyakit. Wudhu setelah keluarnya angin
itu dengan cara yang sama merupakan satu bentuk syukur kepada Allah yang telah
memberikan anugerah padanya dengan kesembuhan yang ditandai dengan keluarnya
angin itu.
Hal-hal yang
membatalkan wudhu adalah hal-hal yang menafikkan kebersihan. Allah telah
mensunnahkan berwudhu kepada orang yang hendak menyenandungkan syair. Karena
umumnya seorang penyair memuji orang yang tidak layak memperoleh pujian dan
mencela orang yang tidak berhak mendapat celaan, maka wudhunya dapat
menghilangkan najis maknawi yang menempel dalam ucapannya[15].
A.
Adapun
hikmah dari sholat yaitu:
a.Mendekatkan diri kepada
Allah SWT
Sholat sebagai ibadah ritual umat Islam, merupakan
sarana kita mendekatkan diri kepada Allah. Karena dengan sholat, kita ingat
akan dekatnya Allah kepada kita, sehingga membuat umat muslim semakin
mendekatkan diri kepada Allah. “ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran “ ( QS. Al Baqarah
186 ).
b. Menjaga kesadaran dan
pengendalian diri
Dengan sholat manusia akan selalu ingat kepada
Allah, ingat akan dirinya sebagai hamba yang harus selalu mengabdi kepada
Allah. Sehingga mereka akan sadar akan dirinya dan selalu menjaga dirinya dari
hawa nafsu. “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
“ ( At Thoha 14 )
c.Motivasi dan terapi
psikologis
Dari latar belakang turunnya perintah sholat dan
unsur bacaan sholat dari takbir sampai salam maknaya terdiri dari ikrar
pemujaan, pengabdian, permohonan. Ayat yang dibaca setelah Al fatihah,
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga membuat kita termotivasi. Ketika kita
down, dengan sholat membuat kita ingat akan tujuan kita akan beribadah kepada
Allah, hal ini membuat kita akan bangkit lagi dari keterpurukan.
d.Memupuk rasa
persamaan, persatuan dan persaudaraan
Adanya sholat berjamaah, menunjukkan kesamaan
gerak dan koordinasi umat muslim dalam menjalankan aturan dan perintah Allah
SWT. Hal ini membuat meningkatnya persaudaraan, persatuan dan kebersamaan
umat. “ Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan
serakaat)[344], maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu
(untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu[345]],
dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir
ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka
menyerbu kamu dengan sekaligus.Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan
senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau
karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu.Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. “ (
An Nisaa 102 )
e.Mencegah perbuatan
keji dan munkar
Dengan kesadaran akan Allah sebagai Tuhan dan
manusia sebagai hamba, membuat kita selalu menjaga dan mengendalikan diri,
sehingga dapat terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sebagaimana firman
Allah, “ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar... “ ( QS.Al Ankabut 45 )
f.Menanamkan disiplin diri
terhadap waktu
Allah memerintahkan sholat di waktu – waktu yang
telah ditetapkan seperti yang sekarang dikerjakan. Hal ini membuat umat muslim
terlatih akan disiplin waktu dalam menjalankan perintah, sehingga mereka
terbiasa disiplin dalam kehidupan. “ Dan dirikanlah sembahyang itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada
malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk.Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.“ (
Huud 114 )
g.Menolong memecahkan
masalah
Dari latar belakang dan unsur-unsur sholat
mengandung terapi atau pemecahan masalah sosial bagi umat Islam, pada
masing-masing unsur memiliki pemecahan yang berbeda.Sholat merupakan energi
yang mampu memberikan kekuatan bagi umat Islam dari kelayuan akibat hambatan
orang-orang kafir. Sehingga dengan kebersamaan dan bengkitnya motivasi, membuat
umat muslim dapat dorongan dalam memecahkan masalahnya.
B. Hikmah
Jumlah Bilangan Rakaat dalam Shalat
Ketahuilah bahwa Allah SWT itu bijaksana. Allah tidak
mewajibkan kita untuk menunaikan shalat dengan cara-cara tertentu dengan
percuma. Allah mempunyai hikmah luar biasa pada itu semua, yang sebagian
pemahaman tidak akan mampu untuk dapat menyibaknya. Sampai ada salah seorang di
kalangan para ulama yang mengatakan : “itu semua merupakan ketetapan-ketetapan
ta’abbudiyah dimana Allah memerintahkan kita untuk menunaikannya dengan bentuk
dan cara tertentu. Sehingga tidak sepantasnyalah jika manusia menanyakan
tentang rahasia kewajiban shalat itu dengan cara tertentu itu”
Allah SWT telah mewajibkan
shalat Shubuh dua rakaat, shalat Zhuhur dengan empat rakaat, rakaat yang sama
ditetapkan untuk shalat Ashar, shalat Maghrib dengan tiga rakaat, shalat Isya’
dengan empat rakaat. Allah juga menjadikan urutan ini dengan sedikit perbedaan
pada masing-masing, agar seseorang bisa dekat dengan Allah SWT yang sekiranya
perintahNya itu tidak memberatkan, dengan menambahkan bilangan rakaat yang
melebihi bilangan yang telah ada. Seperti diketahui bahwa seseorang ketika
melaksanakan dengan cara seperti ini, maka ia tidak akan menemui rasa lelah
dalam beribadah dan kemaslathan-kemaslathan kehidupannya juga tidak terganggu.
Begitu pula Allah sangat mengetahui bahwa ukuran rakaat itu
dengan cara ini telah mencukupi untuk memberikan bagian jiwa agar dapat dekat
dengan-Nya dan memungkinkan menumbuhkan keimanan dalam hatinya. Setelah penjelasan ini, kita tidak akan
bertanya lagi tentang yang lainnya. Allah berfirman : “Dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al Israa’ (17) : 85)
Mengenai pembahasan ini,
ada sebuah pendapat yang isinya sebagai berikut : “Sesungguhnya Allah yang
Maha Bijaksana mewajibkan shalat Shubuh dengan dua rakaat karena pada waktu ini
belum ada semangat yang kuat bagi seorang manusia, maka cukup baginya hanya dua
rakaat. Shalat Zhuhur ditetapkan dengan empat rakaat karena pada waktu ini rasa
malas telah menyingkir jauh. Begitu pula yang terjadi pada shalat Ashar. Allah
juga mewajibkan tiga rakaat pada shalat Maghrib, karena ia adalah ganjilya
waktu siang, seperti dijelaskan dalam sebuah hadits. Ketika waktu shalat Isya’,
pada umumnya orang kosong dari banyak kegiatan dan kesibukan, maka Allah
mewajibkan empat rakaat padanya”[17].
C. Hikmah
Shalat Berjama’ah
Shalat
berjama’ah juga memiliki keistimewaan-keistimewaan. Di antaranya adalah berkumpul
bersama serta keberadaan kaum muslimin dalam satu barisan di belakang imam yang
sama. Hikmahnya antara lain adalah:
a. Bahwa
seorang muslim yang kaya tanpa perbedaan dan pemisah di anatar keduanya. Disini
terdapat makna persamaan dimana umat-umat lain yang telah berperadaban telah
bersenandung dengannya. Karena persamaan itulah yang merupakan hakikat dari
kaidah-kaidah agama Islam yang lurus.
b. Bahwa
di antara ciri shalat berjama’ah adalah kaum muslimin dapat berkumpul bersama
meski di antara mereka tidak saling kenal. Selain itu keutamaan shalat
berjama’ah dibanding shalat sendiri adalah bahwa ketika ia menjadi pelayan dan
tuannya memanggilnya, maka wajib baginya untuk memenuhi panggilan itu. Jika
yang memanggilnya Allah melalui lisan seorang muadzin yang mengatakan:”Marilah
menuju salat. Mari menuju kebahagiaan.” Maksudnya adalah: Wahai
hamba-hambaKu, menghadaplah kesini menuju shalat dan kebahagiaan. Sehingga
tidak diragukan lagi bahwa ia pada keadaan seperti itu berada pada saat yang
paling wajib untuk memnuhi panggilan Tuhannya. Nabi Muhammad SAW bersabda:”Shalat
berjama’ah lebih utama daripada shalat sendiri terpaut dua puluh lima derajat.”[18]
3.
Hikmah Puasa
Puasa
secara bahasa, berarti menahan segala sesuatu. Sedangkan kata shaum menurut
syar’I yaitu menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan pada siang
hari dengan niat.
A.
Hikmah Puasa
antara lain:
a. Pertama,
ungkapan syukur kepada Allah sebagai bentuk ibadah. Dan telah kami jadikan
bahwa ibadah adalah ungkapan syukur yang mutlak dari seorang hamba kepada
Tuhannya atas berbagai nikmat yang tak terhitung banyaknya.
b. Kedua,
dalam rangka Syari’ Yang Maha Bijak mengajarkan kita bagaimana menunaikan
amanat dan tidak melalaikannya. Yaitu dengan menahan diri dari makan dan minum
serta apa yang berkaitan dengan keduanya pada siang hari. Dan hal itu sama
kedudukannya dengan amanat yang Allah berikan sebagai tanggung jawab kewajiban
umatNya. Amanat ini mengharuskan pemeliharaannya dengan segala macam usaha dan
perjuangan yang berat dan melelahkan. Dan jika umat muslim mengkhianati amanat
itu maa dia pasti mendapatkan adzab.
c. Ketiga, bahwa
sesungguhnya binatang tidak mempunyai kepentingan kecuali kenikmatan makan,
minum, kawin dan lainnya. Dan, jika manusia mengekang nafsu kebinatangannya
dari kenikmatan-kenikmatan yang menjadi identitas binatang, maka jiwanya akan
bersih dan ruhnya akan terbebas dari sifat-sifat binatang. Sehingga ia akan
berada lebih dekat kepada sifat malaikat.
d. Keempat,
bahwa para ahli medis mengisyaratkan dan
mengatakan, hendaklah manusia tidak makan dengan serakah dan tidak memperbanyak
makan. Karena hal itu akan menyebabkan penyakit yang susah diobati pada perut.
Sebagaimana diriwayatkan:”Perut adalah rumah penyakit dan berpantang adalah
pangkal obat. Maka berilah setiap badan apa yang terbiasa olehmu.”
e. Kelima,
melemahkan dorongan nafsu untuk berhubungan badan. Dimana nafsu ini dimiliki
oleh manusia maupun hewan. Dan dalam menyalurkannya, terkadang seseorang
mendapatkan kesulitan. Hikmah keenam, Sesungguhnya jika seseorang berpuasa dan
merasakan pedihnya rasa lapar, maka akan timbul pada dirinya rasa kasih sayang
atas orang-orang fakir dan miskin yang tidak memiliki makanan untuk mengisi
perut mereka[19].
B.
Hikmah Puasa
Dikerjakan pada Siang Hari
Pada saat malam menjadi waktu dimana
seseorang merasa tenang, tinggaldi rumah, santai dan anggota tubuh umumnya
sedang beristirahat, maka Allah tidak menetapkan puasa dikerjakan pada malam
hari. Karena jika puasa dikerjakan pada malam hari, maka tidak ada lagi
kesulitan yang menjadi tujuan disyariatkannya ibadah ini oleh Allah. Kesulitan
inilah yang menyebabkan diperolehnya pahala yang agung dan pengampunan yang
kekal dari Allah yang selalu mengetahui keadaan hamba-hambaNya.
Atas dasar itu pula, Allah mewajibkan puasa
di siang hari dimana puasa pada waktu itu akan lebih dirasa memberatkan bagi
tubuh dan jiwa. Itu semua tentu saja agar pahala yang diperoleh dalam berpuasa
menjadi lebih besar[20].
4.
Hikmah
Zakat
Hikmah Zakat Antara lain:
a. Mengurangi
kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
b. Pilar
amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang
berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
c. Membersihkan
dan mengikis akhlak yang buruk
d. Alat
pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
e. Ungkapan
rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
f. Untuk
pengembangan potensi ummat
g. Dukungan
moral kepada orang yang baru masuk Islam
h. Menambah
pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
5. Hikmah Haji
Hikmah Haji antara lain yaitu:
a. Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia,
contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia
harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada
Allah Yang Maha Agung.
b. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah
tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
c. Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
d. Ibadah haji adalah
sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.
e. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia
menjadi umat yang satu karena mempunyai persamaan atau satu akidah.
f. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang
peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang
menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
g. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah
merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar
dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan.
h. Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah,
banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga
serta waktu untuk melakukannya.
i.
Dengan melaksanakan
ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat Islam
sedunia.[21]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ibadah adalah taat dan
merendahkan diri kepada Allah SWT yaitu tinkatan tunduk disertai kecintaan yang
paling tinggi dan melaksanakan perintahnya (ibadah) atau sebutan yang mencakup
seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.
Ibadah Secara Umum
Ibadah umum
atau ghairu mahdhah adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah, misalnya;
belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya.
Ibadah Secara Khusus
Ibadah khusus
atau mahdhah adalah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah akan
tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk
mahdhah misalnya adalah Thaharah, Shalat, Puasa, Zakat,Haji.
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah
adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan
maupun ucapan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Tujuan Ibadah adalah Agar manusia selalu
tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan hinanya mereka bila berhadapan dengan
kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari benar-benar kedudukannya sebagai hamba
Allah.Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” jiwa raga hanya milik
Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki, miskin, kayanya ketentuan Allah,
dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ
الّاَلِيَعْبُدُوْنِ (56)
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (al-Zariyat/51:56)
Secara
bahasa, hikmah berarti kebijaksanaan, atau arti yang dalam. Hikmah juga berarti
mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan. Ahli tasawuf
mengartikan hikmah sebagai pengetahuan tentang rahasia Allah dalam menciptakan
sesuatu.
3.2 Saran
Tidak
ada manusia yang luput dari kesalahan, begitu juga makalah ini yang masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan oleh penulis untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Amin. 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV.
Bima Sakti.
Alim, Muhammad.
2006. Pendidikan agama islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Konsep
Ibadah Dalam Islam. Surabaya:Central Media:1993.
Hasbi ash Shiddieqy, Hasbi. 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta:
Bulan Bintang.
Shalih
Su’ad, Ibrahim. 2011. Fiqih Ibadah. Jakarta: Amzah.
Abduh Al manar, Abduh. 1999. Ibadah dan Syari’ah. Surabaya:
PT. Pamator.
WJS.
Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Zar, Sirajudin. 2004. Filsafat
Islam, Filsuf dan Filsafatnya. Jakarta: Raja Grafindo.
Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat
Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Al-Qurdlawi, Yusuf. 2000. Fiqih Ibadah.Jakarta
: PT.Raja Grafindo Persada.
Al Jurjawi, Ali Ahmad. 1994.
Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu.
Baerut: Daarul Fikr.
Rifa’I Muh, Rifa’i. 1999. Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
[4]Hasbi ash Shiddieqy.Kuliah Ibadah.(Yogyakarta: Bulan
Bintang,1991).hal. 8-9
[5]Ibrahim
Shalih Su’ad.Fiqih Ibadah.(Jakarta: Amzah,2011).hal.19
[7] Abduh Al manar, Ibadah dan Syari’ah, (Surabaya: PT.
pamator, 1999), Cet. Ke-1, hal. 82
[8] WJS. Poerwadarminta. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hal 356
[9] Sirajudin Zar. Filsafat
Islam, Filsuf dan Filsafatnya. (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal 23
[10] Alaiddin Koto. Filsafat
Hukum Islam. (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hal 15-16
[12] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu. (Baerut: Daarul Fikr, 1994), hal 51
[13] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu. Hal 157-158
[14]Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu,hal 160-164
[15] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal 166-170
[16]Rifa’I
Muh.Risalah Tuntunan Shalat Lengkap.(PT. Karya Toha
Putra.Semarang,1999).hal.53
[17] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal 210-212
[18] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal 217-220
[19] Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal 324-329
[20]Syaikh ‘Ali Ahmad al Jurjawi. Hikmatut
Tasyri’ wa Falsafatuhu. Hal 362-363
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut