Surat
Hutang Negara
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Hukum
Surat-Surat Berharga”
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Surat Utang Negara
Surat utang Negara (SUN)
adalah surat berharga Negara berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia. Tujuan penerbitan
SUN adalah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup
devisit anggaran belanja dan pendapatan Negara (APBN), oleh karena itu
penerbitan SUN terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari dewan
perwakilan rakyat dan persetujuan tersebut diberikan pada saat pengesahan APBN[1].
Dalam kegiatan pasar keuangan, peranan instrument SUN sangat
strategis. Artinya tingkat keuntungan (yield) dari SUN sebagai instrument
keuangan yang bebas resiko,digunakan oleh para pelaku pasar sebagai acuan atau
refrensi dalam menentukan tingkat keuntungan suatu investasi atau asset
keuangan lainnya. Dengan demikan penerbitan SUN secara teratur dan
terencana diperlukan untuk membentuk
suatu tolak ukur yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran suatu harga asset
keuangan atau surat berharga.
SUN merupakan suatu instrument yang lazim digunakan oleh banyak
Negara dalam rangka membiayai anggaran Negara baik yang bersifat rutin maupun
proyek. SUN merupakan surat berharga yang di atur KUHD. Sifat SUN berbeda
dengan surat berharga sebagaimana ditetapkan dalan bagian 6 dan 7 KUHD,
diterbitkan tanpa adanya perikatan dasar sebelumnya. Secara tegas UU menetapkan
salah satu jenis SUN adalah obligasi. Dengan demikian SUN merupakan surat
berharga pasar modal, namun dalam peredarannya (sirkulasi) melibatkan bank
Indonesia sebagai mediator.[2]
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002, pemerintah menunjuk bank
Indonesia sebagai agen lelang yang dapat menyelenggarakan kegiatan penjualan surat utang Negara di pasar
sekunder atas nama pemerintah dalam rangka pengelolaan fortofolio utang Negara,
dan melakukan penata usahaan surat utang Negara yang mencakup pencatatan
penerbitan dan kepemilikan, kliring dan setelmen baik dipasar primer maupun di
padasr sekunder, serta agen pembayar bunga (kupon) dan pokok surat utang Negara.
B.
Dasar
hukum surat utang Negara
Surat utang Negara (SUN) diterbitkan
berdasarkan undang-undang nomor 24 Tahun 2002 tanggal 22 oktober 2002. Pasal 1 angka 1
menyembutkan, SUN adalah surat berharga yang berupa surat berharga
pengangkutan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran Bunga dan pokonya oleh Negara republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.[3]
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, SUN diterbitkan dalam bentuk warkat
atau tanpa warkat. Pasal 3, menjelaska SUN terdiri dari :
1.
Surat
perbendaharaan Negara, adalah instrument surat berharga berjangka waktu sampai
dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto; dan
2.
Obligasi
Negara adalah surat berharga berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon
dan atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Pasal
11 menetapkan bahwa setiap SUN dicantumkan sekurang-kurangnya :[4]
1.
Nilai
nominal
2.
Tanggal
tajuh tempo
3.
Tanggal
pembayaran bunga, Tanggal pembayaran bunga hanya berlaku pada SUN dengan kupon
4.
Tingkat
bunga (kupon), hanya berlaku pada SUN dengan kupon
5.
Frekuensi
pembayaran bunga, hanya berlaku pada SUN dengan kupon
6.
Cara
perhitungan pembayaran Bunga hanya berlaku pada SUN dengan kupon
7.
Ketentuan
tentang hak untuk membeli kembali SUN sebelu jatuh tempo
8.
Ketentuan
tentang pengalihan kepemilikan.
C.
Tujuan
dari penerbitan surat hutang Negara
SUN diterbitkan dengan tujuan sebagai berikut:[5]
1.
Membiayai
defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara
Jika
suatu APBN mengalami deficit maka salah satu sumber pembiayannnya adalah
penerbitan SUN.pilihan atas SUN sebagai dari berbagai sumber pembiayaan
lainnya, harus didasarkan atas perhitungan yang cermat, yang dapat mencerminkan
biaya utang pada anggaran Negara.
2.
Menutup
kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan
dan pengeluaran rekening kas Negara dalam satu tahun anggaran.
3.
Mengelola
portofolio utang Negara
Mengelola
portofolio utang Negara bertujuan untuk meminimalkan biaya Bunga yang pada
tingkat resiko yang dapat ditolerasi. Untuk itu, fortofolio SUN harus dilakukan
secara efisien berdasarkan praktik-praktik
yang berlaku umum di berbagai Negara. Manajemen portofolio dimaksud meliputi penerbitan, pembelian
kembali sebelum jatuh tempo, dan pertukaran sebagian SUN yang beredar.
D.
Bentuk atau macam surat hutang Negara
SUN diterbitkan dalam bentuk warkat dan tanpa warkat atau scripless.
SUN dengan warkat adalah surat berharga
yang kepemilikannya berupa sertifikat
baik atas nama maupunatas tunjuk. Sertifikat atas nama adalah sertifikat yang
nama pemiliknya tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk adalah sertifikat
yang tidak mencantumkan nama pemilik sehingga setiap orang yang menguasainya
adalah pemilik yang sah.[6]
SUN tanpa warkat atau scripless adalah surat berharga yang
kepemilikannya di catat secaca elektronis (book-entry system). Bukti
kepemilikan yang oktentik SUN tanpa
warkat dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Jenis SUN
terdiri antara lain sebagai berikut :
1.
Surat
perbendahaan Negara
Surat
berharga Negara berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran Bunga
secara disconto, maksudnya dalah pembayaran atas bunga yang terjamin secara
implisif didalam selisih antara harga pada saat penerbitan dan nilai nominal
yang diterima pada saat jatuh tempo.
2.
Obligasi
Negara
Surat
berharga Negara berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.Yang dimaksud obligasi Negara dengan kupon
adalah SUN yang pembayaran bunganya dihitung dengan prosentase tertentu atas
nilai nominal dan dibayarkan secatra berkala.Obligasi Negara dengan pembayaran
bunga secara diskonto adalah SUN yang berjangka waktu lebiha dari 12 bulan dan
pembayaran bunganya tercermin secara implisif di dalam selisih antara harga
pada saat penerbitan dan nilai nominal pada saat jatuh tempo.
E.
Pengelolaan
dan Publikasi Surat Utang Negara
1.
Penjualan
surat berharga Negara
Penjualan SUN dapat dilakukan melalui lelang atau tanpa lelang.
Dalam hal penyelenggaran kegiatan penjual SUN dipasar perdana melalui lelang,
pemerintah menunjuk bank Indonesia sebagai agen lelang, agen penata usaha, dan
agen pembayar.pelaksanaan penjualan tersebut meliputi instrument surat Negara
(SUN) dan surat berharga syari’ah Negara (SBSN) yang dikelompokkan dalam surat
berharga negara cakupan kegiatan tersebut meliputi pencatatan kepemilikan,
kliring dan stelmen, serta agen pembayar bunga (kupon) atau imbalan dan pokok
atau nilai nominal surat berharga Negara. [7]
Peraturan bank Indonesia (PBI) No. 10/13/PBI/2008, menyebutkan
fungsi bank Indonesia dalam lelang dan penatausahaan surat berharga Negara
adalah memberian masukan dalam rangka penerbitan SUN termasuk penyusunan
ketentuan dan persyaratan penerbitan SUN, bertindak sebagai agen lelang dalam
penerbitan SUN di pasar perdana, dan menatausahakan SUN.
Bank Indonesia melaksanakan lelang SUN di pasar perdana berdasarkan
pemberitahuan dari mentri, dalam hal ini menteri keuangan secara operasional,
pelaksanaan lelang yang dilakukan Bank Indonesia sebagai agen lelang meliputi :
a.
Mengumumkan
rencana lelang surat berharga Negara
(SBN) dalam hal ini SUN,
b.
Melaksanakan
lelang SBN,
c.
Menyampaikan
hasil penawaran lelang SBN kepada
menteri,
d.
Mengumumkan
keputusan hasil lelang SBN.
Peserta lelang SBN di pasar perdana dapat melakukan penawaran
pembelian dalam lelang SBN dengan cara penawaran pembelian kompetatif dan atau
penawaran pembelian Non- Kompetitif
sesuai ketentuan menteri yang berlaku.
2.
Penatausahaan
surat utang Negara
Bank Indonesia melakukan penatausahaan SBN yang terdiri dari SUN
dan SBSN mencakup:[8]
a.
Pencatatab
kepemilikan, kliring, dan stelmen SBN,
b.
Agen
pembayar bunga (kupon)/imbalan dan pokok atau nilai nominal SBN.
Di samping itu, Bank Indonesia melakukan penatausahaan SBN atas
transaksi penerbitan SBN di pasar perdana dan transaksi SBN di pasar sekunder.
Bank Indonesia menatausahakan SBN menggunakan Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement system (BI-SSSS) sesuai ketentuan yang berlaku.
BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung,
antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSSdan system bank Indonesia-Real
Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Karakteristik SUN yang ditatausahakan
Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Surat
Perbendaharaan Negara
1)
Diterbitkan
dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
2)
Diterbitkan
dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di
pasar sekunder.
3)
Diterbitkan
dengan jangka waktu sampai dengan 12 bulan dan pembayaran bunga secara
diskonto.
b.
Obligasi
Negara
1)
Diterbitkan
dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
2) Diterbitkan
dalam bentuk yang diperdagangkan atau dalam bentuk yang tidak diperdagangkan di
pasar sekunder.
3) Diterbitkan
dengan jangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon mengambang, kupon tetap, dan pembayaran bunga secara
diskonto.
3.
Publikasi
Surat Utang Negara
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2005, menetapkan bahwa
Menteri wajib secara berkala mempublikasian informasi mengenai pengelolaan SUN,
yang antara lain meliputi:[9]
a.
Kebijakan
pengelolaan utang dan rencana penerbitan SUN yang meliputi perkiraan jumlah dan
jadwal waktu penerbitan.
b.
Jumlah
SUN yang beredar beserta komposisinya, termasuk jenis valuta, struktur jatuh
tempo dan tingkat bunga.
c.
Perkiraan
dan realisasi pembayaran bunga dan pokok SUN
d.
Jumlah
dan jenis SUN yang telah dibeli kembali dan atau telah dipertukarkan sebelu
jatuh tempo.
4.
Transaksi
Repo Surat Berharga Negara
(Bagian ini disimpulkan berdasarkan tulisan Didana Mulina Rosa
dengan judul makalahnya Transaksi Repo
Surat Utang Negara dengan skema MRA, yang dikutip via media internet per
tanggal 2 Oktober 2011).
Untuk mendukung pengembangan pasar sekunder SUN dan meningkatkan
likuiditas perdagangan SUN bagi pelaku
(Bank, Sekuritas, Reksadana, Dana pension dan Asuransi), maka perhimpunan
perdagangan surat utang Negara, mengembangkan transaksi jual beli dengan
pembelian kembali. Agar transaksi Repo dapat berlangsung lebih
teratur,perhimpunan perdagangan surat utang Negara menyiapkan MRA (Master
Repurchace Agreement). MRA adalah suatu perjanjian induk yang akan
digunakan oleh anggota perhimpunan perdagangan surat utang Negara dalam
melakukan transaksi Repo atas SUN atau sertifikat bank indonesia. Dengan MRA
perjanjian transaksi Repo hanya ditandatangani sekali saja dan transaksi
selanjutnya hanya dalam bentuk konfirmasi saja.
Dalam transaksi Refo terdapat 2 (dua) metode yang digunakan yaitu
metode classic Refo dan metode Sell/Buy Back.[10]Pada
metode classic Refo tidak terjadi pemindahan kepemilikan, sedangkan pada metode
Sell/Buy Back kepemilikan berpindah kepada pihak pembeli. Transaksi Refo
berdasarkan MRA perhimpunan pedagang surat utang Negara menggunakan konsep
Sell/Buy Back, dimana secara hukum terjadi perpindahan kepemilikan, sehingga
memberikan kepastian hukum, dan dapat dilakukan Refo lebih lanjut, sedangkan
secara akuntansi menggunakan konsep
classic Refo (tidak terjadi pemindahan asset). Pembayaran dan penyerahan
dilakukan dengan Delivery versus Paymen (DvP) melalui system BI-RTGS untuk
pembayaran dan BI-SSSS untuk penyerahan Surat Berharga. Dalam pengembangan
transaksi Refo terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain:
a.
Aspek
Akuntansi PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) PSAK 31 ( Pedoman
Standar Akuntansi) hanya baru mengakomodir pencatatan transaksi Refo dengan
model Classsic Refo, dimana asset dapat dicatatkan tanpa penjual.
b.
Asset
hukum, bilamana pihak-pihak yang bertransaksi bersengketa di pengadilan di
kemudian hari, ada resikohakim di Indonesia akan mengkarakterisasikan transaksi
Refo sell/buy back sebagai pinjam meminjam dengan jaminan (collateral
borrowing);
c.
Aspek
perpajakan, potensi pengenaan pajak dua kali (1 leg atau 2 leg) karena
seolah-olah transaksi dilakukan dua kali.
F.
Manfaat
penerbitan Surat Utang Negara
1.
Sebagai
Instrumen Fiskal
Penerbitan SUN diharapkan dapat
menggali potensisumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investorpasar
modal.
2.
Sebagai
Instrumen Investasi
Menyediakan alternatif investasi
yang relatif bebas risikogagal bayar dan memberikan peluang bagi investor
danpelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolionyaguna memperkecil
risiko investasi. Selain itu, investor SUNmemiliki potential capital gain dalam
transaksi perdagangandi pasar sekunder SUN tersebut. Potential capital gain
ialahpotensi keuntungan akibat lebih besarnya harga jual obligasidibandingkan
harga belinya.
3.
Sebagai
Instrumen Pasar Keuangan
Surat
Utang Negara dapat memperkuat stabilitas system keuangan dan dapat dijadikan
acuan (benchmark) bagipenentuan nilai instrumen keuangan lainnya.
G.
Sistem ORI (Obligasi Negara Ritel Indonesia)
Obligasi
Negara Ritel atau Obligasi Ritel Indonesia adalah obligasi negara yang dijual
kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual
dengan volume minimum yang telah ditentukan.
Agen
penjual adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh menteri keuangan
untuk melaksanakan penjualan obligasi negara ritel. Dasar hukum pada Obligasi Negara Ritel ini yaitu :
1.
Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
2.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 36/ PMK.06/ 2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel
di Pasar Perdana beserta perubahannya.
Adapun
tujuan penerbitan ORI adalah untuk membiayai anggaran negara, diversifikasi
sumber pembiayaan, mengelola portofolio utang negara dan memperluas basis
investor. Dan juga manfaat dari penerbitan Obligasi Negara Ritel yaitu :
1.
Aman karena
pembayaran kupon dan pokoknya dijamin oleh undang-undang.
2.
Memberikan
keuntungan yang menarik karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga bank (di
pasar perdana) dan adanya potensi capital gain di pasar sekunder.
3.
Prosedur
pembelian dan penjualan yang mudah serta transparan.
4.
Dapat
diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar.
5.
Memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan
nasional.
6.
Pembayaran kupon
dan pokok dilakukan tepat waktu dan secara online ke dalam rekening tabungan
investor.
Pada
prinsipnya investasi pada obligasi negara ritel adalah investasi yang bebas
terhadap risiko gagal bayar, karena pemerintah menjamin untuk membayar kupon
dan pokok kepada investor.
Namun
pada transaksi di pasar sekunder dimungkinkan adanya risiko pasar berupa capital
loss akibat harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga beli.
Namun risiko tersebut dapat dihindari
dengan cara tidak menjual obligasi negara yang dimiliki sampai dengan jatuh
tempo.
Penjualan obligasi negara ritel di pasar perdana
dilakukan melalui agen penjual. Pihak yang dapat menjadi agen penjual adalah bank atau
perusahaan efek yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk
melaksanakan penjualan obligasi negara ritel. Dalam rangka penjualan obligasi
negara ritel diperlukan dokumen antara lain: (1) Memorandum Informasi; (2) Perjanjian kerja dengan agen penjual.
1. Memorandum
Informasi yaitu adalah informasi tertulis mengenai penawaran obligasi negara
ritel kepada publik. Memorandum Informasi sekurang-kurangnya memuat:
(a) Tata cara
pelaksanaan pemesanan pembelian;
(b) Metode
penjatahan obligasi negara ritel, dan
(c) Tingkat
kupon yang ditetapkan sebelum
penawaran disampaikan kepada publik.
2. Perjanjian kerja
antara pemerintah dengan agen penjual memuat sekurangkurangnya:
(a) Kewajiban
agen penjual untuk melakukan penjualan obligasi negara ritel sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(b) Menyetorkan seluruh
dana dari pihak pembeli yang mendapat penjatahan ke
rekening pemerintah di Bank Indonesia sesuai dengan jumlah yang dimenangkan
dalam waktu yang ditetapkan;
(c) Memastikan
bahwa obligasi negara ritel yang dimenangkan oleh pihak pembeli telah masuk ke
rekening pembelian surat berharga;
(d)Melaporkan
seluruh hasil penawaran dari calon pembeli obligasi negara ritel kepada Menteri
Keuangan;
(e) Mengembalikan semua
dana calon pihak pembeli yang tidak
mendapatkan penjatahan dari Pemerintah ke rekening yang
bersangkutan.
Dalam pembelian Obligasi Negara Ritel
terdapat beberapa ketentuan yaitu :
1. Individu
atau orang perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu
Tanda Penduduk (KTP).
2. Minimum
pemesanan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan selanjutnya kelipatan Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah).
3. Maksimum
pemesanan Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
4. Mempunyai
rekening tabungan di salah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah
satu sub-registry.
H. Hutang luar negeri dalam tinjauan hukum
Islam
Persoalan
utang-piutang memang lazim terjadi. Apalagi ditataran individu yang sangat
dinamis. Lalu, bagaimana bila utang itu dilakukan oleh pemerintah? Alias utang
luar negeri yang sekarang menjadi pemicu krisis. Bahkan, tak jarang sebuah
negara ‘dijajah’ kembali melalui utang. Contohnya ketika Mesir dijajah Inggris
tahun 1914, senjata mereka bukan mesiu atau bom melainkan ‘pinjaman’ berupa
utang luar negeri. Begitu juga ketika Perancis mulai menancapkan cakarnya di
Tunisia pada 1881 melalui jalur utang.
Kini
banyak negara berkembang yang terjebak dalam ‘perangkap bantuan luar negeri’.
Membuat mereka hanyut dalam arus ketergantungan utang. Bila sudah begini, kita
perlu mempertanyakan kembali urgensi utang luar negeri yang katanya sangat
diperlukan untuk pembangunan. Mengingat ada argumentasi yang menyatakan bahwa
utang luar negeri adalah sumber pembiayaan bagi pertumbuhan di negara
berkembang. Padahal pada kenyataannya justru sebaliknya, memperlamban
pertumbuhan ekonomi. Menilik atau melihat hutang luar negeri menurut perspektif
Islam menurut Abdul Manan dalam Teori dan Praktek Ekonomi Islam (1992)
menyebutkan terdapat dua pendapat dalam menyikapi utang luar negeri dalam
Islam. Pertama, mereka yang menganggap external financing diperbolehkan selama
mekanismenya dimodifikasi sesuai syariat Islam. Sedangkan golongan kedua
menganggap negara Islam tidak layak mencari utang luar negeri.
Pandangan
pertama didasari oleh konsep da fakta sejarah yang menunjukan kerjasama dengan
pihak lain dalam usaha ekonomi diperbolehkan. Tentu saja dalam koridor yang
sehat dibawah naungan hukum Islam. Bentuk-bentuk kerjasama seperti ini banyak
dikenal dengan istilah mudharabah, musyarakah, murabahah, dan sebagainya.
Kegiatan seperti itu telah banyak dilakukan oleh lembaga keuangan
internasional, seperti Islamic Development Bank (IDB). Dengan kucuran dananya,
IDB banyak membantu negara-negara Islam yang sedang berkembang. Berbeda dengan
skema utang kapitalisme, penyertaan modal IDB diniliai lebih konstruktif dan
adil.
Kelompok
kedua melarang negara Islam mengambil utang luar negeri. Hal ini dikarenakan
pertimbangan faktual dan preventif. Mengingat urusan utang luar negeri atau
utang jenis apapun pasti akan berinteraksi dengan sistem bunga/ riba.
Perspektif Islam jelas melarang praktek riba! Apapun motifnya, besarannya,
maupun keperluannya. Transaksi riba melalui utang sangat sulit dilepaskan,
karena itu negara Islam sebaiknya tidak memiliki utang luar negeri.
Sejarah
perekonomian Islam sangat minim bersentuhan dengan utang dan defisit anggaran.
Pada masa Rasullullah hal itu hanya terjadi sekali, yakni saat pembebasan Mekah
(Fathu al-Makkah). Mengingat ketika itu Mekah mengalami pergantian kekuasaan
dan sistem ekonomi secara radikal. Mengingat sebelumnya masih diterapkan sistem
jahiliyah. Tetapi defisit kas negara segera dilunasi pada periode perang
Hunain. Perekonomian Islam yang sehat ini diteruskan pada masa Khulafurasyidin,
ketika itu kondisi ekonomi selalu seimbang atau surplus. Karena prinsip yang
dipegang adalah prinsip kesederhanaan dan kemampuan.
Perihal
utang negara yang melibatkan pihak asing sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Hal itu bisa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, utang yang didsarkan
pada riba. Bunga utang jelas dilarang oleh Islam, apapun bentuknya. Kedua,
persyaratan sepihak yang dilakukan oleh pihak pendonor. Hal ini jelas menentang
konsep adil dan fair-dealing. Bahkan, tak jarang pemberian utang hanya
menguntungkan pihak debitur dengan asas kapitalisme. Ketiga, merendahkan
martabat suatu bangsa. Padahal Islam sangat menjunjung tinggi intregitas suatu
bangsa. Selain itu nilai manfaat yang diterima oleh negara belum tentu
berbanding dengan beban yang ia tanggung.
Tidak
adanya keseimbangan itu menyebabkan terbukanya peluang ketidakadilan dan
kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini tidak sejalan dengan konsep barakah
dalam Islam. Mengingat konsep Islam tak sekadar melihat pencapaian kepuasan
ekonomi semata. Tetapi lebih dari itu, membangun dan mengutamakan
kesinambungan. Sehingga jurang kesenjangan dapat terminimalisasi, penanaman
moral positif juga bisa membantu menghalangi perilaku korupi.
Solusi
alternatif kondisi saat ini? Terdapat beberapa alternatif yang bisa dicoba guna
mengatasi beban berlebih dalam utang negara. Munrokhim Misanam, dalam Hutang
Luar Negeri dan Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam (Jurnal Asy-Syir’ah
No. 7 th. 2000) menjelaskan utang negara saat ini tak semua milik negera.
Pasalnya
beberapa pihak swasta banyak yang berutang, tetapi dibebankan kedalam utang
negara. Padahal utang itu menjadi kewajiban dari pengutang. Dalam hal ini, bila
utang luar negeri dilakukan oleh pihak swasta seharusnya ditanggung oleh pihak
swasta tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa utang yang melilit negara sekarang
tak seratus persen beban negara. Perlu ditinjau kembali dan dilihat kewajiban
pihak swasta didalamnya. Jangan sampai negara dan rakyat justru menanggung
beban pihak swasta. Sementara pihak swasta malah enak-enakan dengan pinjaman
yang ia ‘makan’ sendiri[11]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan diatas bahwasannya pengertian Surat utang
Negara (SUN) adalah surat berharga
Negara berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing
yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
Negara Republik Indonesia. Tujuan penerbitan SUN adalah merupakan salah
satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup devisit anggaran belanja
dan pendapatan Negara (APBN), oleh karena itu penerbitan SUN terlebih dahulu
harus memperoleh persetujuan dari dewan perwakilan rakyat dan persetujuan
tersebut diberikan pada saat pengesahan APBN. Selanjutnya mengenai dasar
hukumnya Surat Hutang Negara (SUN) yaitu undang-undang nomor 24 Tahun 2002 tanggal 22 oktober 2002. Pasal 1 angka 1
menyembutkan, SUN adalah surat berharga yang berupa surat berharga
pengangkutan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran Bunga dan pokonya oleh Negara republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, SUN
diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat serta Pasal 3, mengenai
macam-macam atau jenis surat berharga itu sendiri terbagi atas dua macam yaitu
Surat perbendahaan Negara dan obligasi negara. Selanjutnya berkaitan dengan ORI
(Obligasi Negara Ritel Indonesia) memiliki pengertian yaitu obligasi negara
yang dijual kepada individu atau perseorangan warga negara Indonesia melalui
agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan. Terkait dengan hutang luar negeri dalam tinjauan hukum
Islam menurut Abdul Manan dalam Teori dan Praktek Ekonomi Islam
(1992) menyebutkan terdapat dua pendapat dalam menyikapi utang luar negeri
dalam Islam. Pertama, mereka yang menganggap external financing diperbolehkan
selama mekanismenya dimodifikasi sesuai syariat Islam. Sedangkan golongan kedua
menganggap negara Islam tidak layak mencari utang luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyani, Ismi, dkk. 2010. Buku
hukum bisnis pasar modal: Strategi
Tepat Investasi Saham, Obligasi, Waran,Right, Opsi, Reksadana & Produk Asar
Modal Syari’ah.
Jakarta: Visimedia.
Rahman, Sufirman, dkk. 2008. Hukum Surat Berharga Pasar Uang, Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Manan, M.
Abdul.1995.Teori dan Praktek Ekonomi Islam., alih bahasa Nastangin,
Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf.
http://www.dmo.or.id/uploads/Obligasi_Ritel_ORI.pdf
https://www.hsbc.co.id/1/PA_ES_Content_Mgmt/content/indonesia/personal_banking/4_Investments/Investments_revamp/government_bonds/pdf/Retail_Government_Bond_Series_id.pdf
http://mumtazbanget.wordpress.com/investasi-dan-financial-planning/obligasi-negara-ritel-indonesia-ori/
[1] Sufirman
Rahman dan Eddie Rinaldy, Hukum Surat Berharga Pasar Uang,(Jakarta
Timur: sinar grafika,2008).hal.181
[2] Ibid,,,, hal.
181-182
[4] Ibid,,, hal.
183
[5]Ibid ,,, hal.
184
[6]Sufirman Rahman
dan Eddie Rinaldy, Hukum Surat Berharga Pasar Uang,(Jakarta Timur: sinar
grafika,2008) hal. 183
[7] Ibid,,,
hal.185
[8] Ibid,,,, hal
186
[9] Ibid,,, hal.
187
[10] Ibid,,, hal.
188
[11] Manan, M.
Abdul Manan.Teori dan Praktek Ekonomi Islam.(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf,1995).hal.25
Boleh tanya kak mengenai surat hutang
ReplyDelete